Dipersulit Dapatkan Akte Kelahiran, Gugat UU Administrasi Kependudukan
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Jaringan Kerja Peduli Akte Kelahiran (Jaker_PAK) mendaftarkan gugatan
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Jaringan Kerja Peduli Akte Kelahiran (Jaker_PAK) mendaftarkan gugatan terhadap sejumlah pasal di Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam pasal UU tersebut, disebutkan bahwa pencatatan kelahiran diwajibkan kepada warga negara melalui sistem stelsel aktif penduduk.
Dalam undang-undang tersebut disebutkan penduduk yang harus proaktif mencatatkan kelahirannya agar bisa memiliki akta kelahiran seperti tercantum dalam pasal 3, 4, 27 ayat 1, 29 ayat 1 dan 4, 30 ayat 1 dan 6, 32 ayat 1 dan 2, 90 ayat 1 dan 2 serta penjelasan umum UU No 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan.
"KPAI dan JAKER_PAK menilai pasal-pasal tersebut bertentangan dengan pasal-asal di UUD 1945. Memiliki akte kelahiran adalah hak setiap anak Indonesia. Kewajiban pencatatan kelahiran seharusnya dibebankan kepada negara dan bukan kepada warga negara,' ujar Komisioner KPAI, Latifah Iskandar, saat memberikan keterangan pers di MK, Jakarta, Selasa (30/4/2013).
KPAI dan JAKER_PAK mendasarkan pada Pasal 28B ayat 2, 28D ayat 2, 28D ayat 4, 28H ayat 2, 28I ayat 1 dan 2, 26 ayat 1 UUD 1945. Selain itu, kata Latifah, pengurusan akte kelahiran terkendala banyak hal seprti jarak yang jauh, pengurusan yang berbelit, hingga denda yang tidak mampu dibayar warga negara.
KPAI dan JAKER_PAK memohon agar MK membatalkan pasal-pasal tersebut dan menyatakan bahwa pencatatan kelahiran adalah kewajiban negara.