Rawan Dikorupsi, Ketua MK Minta PNBP Diperketat
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar menilai pemerintah perlu merumuskan ulang aturan Penerimaan Negara
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar menilai pemerintah perlu merumuskan ulang aturan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Hal itu disampaikannya mengingat penerimaan tersebut sangat besar namun sedikit masuk kas negara.
"PNBP diperketat. Menteri keuangan rumuskan lagi dan perketat mana saja bagian yang termasuk PNBP. Nilainya sangat tinggi dan termasuk sarang korupsi," ujar Akil saat berbincang dengan wartawan, di MK, Jakarta, Selasa (21/5/2013).
Dikatakan Akil, korupsi di instansi pemerintah terjadi karena sulit mengontrol dan dana PNBP dijadikan memenuhi kebutuhannya karena alasan masing-masing dan mengaku berhak mengelola PNBP.
"Padahal itu pendapatan negara yang peruntukannya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Karena itu sektor pajak juga walaupun bukan utama, tapi kan tetap memungut uang dari masyarakat," ujar Akil.
Lebih lanjut kata Akil, ketentuan penggunaan PNBP 80 persen untuk daerah dan 20 persen untuk kas negara membuka ruang lenyapnya uang tersebut.
Akil pun menyebut institusi semacam Kantor Urusan Agama, Imigrasi, Kemenkumham dari Hatas Atas Kekayaan Intelektual, pendaftaran perusahaan dan sebagainya.
"Maksud saya pengetatan untuk menjadi objek suatu kegiatan itu ditetapkan menjadi PNBP atau tidak kewenangan Kementerian Keuangan. Ini salah satu upaya kita menutup ruang-ruang korupsi itu," katanya.