Harusnya Rekam Jejak Jadi Penentu Memilih Pemimpin
Jika cara memilih pemimpin hanya melihat popularitas semata tanpa melihat rekam jejak calon pemimpinnya, maka rakyat Indonesia
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jika cara memilih pemimpin hanya melihat popularitas semata tanpa melihat rekam jejak calon pemimpinnya, maka rakyat Indonesia tidak akan keluar dari permasalahan kepemimpinan.
“Rekam jejak calon pemimpin sedikit banyak bisa dilihat dengan memanfaatkan teknologi informasi. Tidak sulit di era modern ini untuk memanfaatkan itu dan mempelajari rekam jejak sang calon, apakah memang layak untuk menjadi pemimpin,” ujar Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Iberamsjah, Rabu (29/5/2013).
Iberamsjah menegaskan seharusnya penelusuran track rekord pemimpin lebih diutamakan daripada sekedar popularitas. Jika sikap seperti ini terus dipertahankan maka kondisi bangsa akan lebih terpuruk.
“SBY saja yang memiliki track rekord sebagai perwira TNI yang cerdas tidak mampu mengobati penyakit bangsa ini, bagaimana dengan orang-orang lain yang tidak jelas? Semua calon yang sudah mendeklarasikan diri seperti Aburizal Bakrie, Prabowo memiliki track rekord kasus segudang. Begitupun dengan Jokowi, dia masih perlu membuktikan kepemimpinannya di Jakarta,” katanya.
Menurutnya, Jokowi saat ini sedang diatas angin elaktabiltasnya, namun track rekord kepemimpinnya belum terbukti.
”Dulu ketika rezim orde baru dijatuhkan, masyarakat mengelu-elukan Megawati, Gus Dur, Amien Rais, tapi mereka toh juga tidak membawa perubahan berarti dalam reformasi. Pun ketika SBY naik. Kita butuh pemimpin yang berani dan tegas dengan track rekord yang bersih dari kasus,” katanya.
Iberamsjah mengharapkan media dapat bersikap jelas dalam membawa perubahan-perubahan. Ketokohan seseorang yang menjadi landasan elaktabilitas harus bisa diukur dari track rekord hidupnya selama ini. Media harus memilah-milah dan jangan mau dijadikan alat oleh lembaga-lembaga survey yang tidak independen mengarahkan seseorang yang menjadi klien mereka.
”Jadi media harus bisa memilah-milah juga dalam mengangkat popularitas seseorang. Semua tokoh-tokoh yang hadir itu yang menciptakan media, jadi media yang harus selektif. Lupakan saja jika ada lembaga survei pesanan,” katanya.