Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketua Umum PBNU: BLSM Tak Mendidik

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj menolak rencana pemberian Bantuan Langsung

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Ketua Umum PBNU: BLSM Tak Mendidik
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menolak rencana pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebagai kompensasi atas kenaikan harga BBM subsidi.

Ditegaskan Said, dengan digelontorkan melalui BLSM tidak mendidik. Karena itu, menurutnya, BLSM dinilai bukan solusi yang tepat.

"BLSM itu hanya obat masuk angin saja, saya tidak setuju," tandas Kiai bergelar Doktor lulusan Universitas Ummul Qura', Mekah ini kepada Tribunnews.com, Kamis (30/5/2013).

Lebih lanjut terkait kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, Kiai Said mendukung itu sejauh tidak ada solusi lain, atau langkah terakhir yang ditempuh pemerintah.

Namun, kata dia, Pemerintah dituntut bisa menciptakan penyeimbang yang tepat atas kenaikan harga BBM. Diantaranya, dengan menekan kemungkinan terkereknya harga kebutuhan pokok.

"Dengan menaikkan harga BBM, subsidi yang dikeluarkan juga bisa ditekan. Alihkan penggunaan subsidi itu secara tepat, seperti peningkatan mutu pendidikan, harga pupuk dan listrik jangan dimahalkan, dan kebutuhan di masyarakat lainnya harus bisa dijamin," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Mustolihin Madjid mendesak Pemerintah menekan kebocoran penggunaan BBM subsidi. Ini untuk menghindari keputusan menaikkan harga BBM sebagai kebiasaan, setelah penggunaannya dinilai melebihi kuota.

"Kalau memang sekarang mau ditetapkan harganya naik, silahkan. Tapi juga harus dipikirkan bagaimana keputusan tersebut tidak menjadi kebiasaan," tegas Mustolihin.

Mustolihin mengatakan, kenaikan harga BBM secara langsung dan tak langsung pasti berimbas ke kalangan usahawan, baik kelas mikro, kecil, menengah, dan besar, mengingat keputusan tersebut dapat dipastikan mempengaruhi harga sejumlah kebutuhan.

"Harus juga dihitung ulang dengan tepat, berapa produksi minyak kita dan berapa kebutuhannya. Jika tidak terjadi kebocoran, saya masih yakin produksi minyak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Yang menyebabkan kuota jebol itu bukan hanya serapan di masyarakat, tapi juga karena adanya kebocoran di sana-sini," tegas Mustolihin.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas