Eva Kusuma: Napi Teroris Kelas Kakap Berkumpul di Poso
Eva mengatakan faktor lemahnya pengawasan di dalam lapas diduga merupakan kesempatan teroris mengorganisir
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Poso kembali bergolak setelah terjadi aksi bom bunuh diri, Senin (3/6/2013) pagi. Aksi tersebut terjadi di Mapolres Poso menewaskan pelaku dan melukai seorang pekerja bangunan dan menimbulkan kerusakan-kerusakan gedung polres.
"Salah satu dugaan kenapa kelompok teroris seperti mendapat energi lagi adalah adanya napi-napi teroris kelas kakap seperti disersi TNI (Sabar Subagyo), mantan trainer moro (Upik Lawangan), ahli bom (Santoso) dan penjagal (Basri) yang kabur dari penjara semua berkumpul di Poso," kata Anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/6/2013).
Eva mengatakan faktor lemahnya pengawasan di dalam lapas diduga merupakan kesempatan teroris mengorganisir kelompok dari lapas.
"Sepatutnya mereka ditempatkan di lapas-lapas yang terpisah-pisah," kata Politisi PDIP itu.
Eva mengungkapkan dugaan lain adalah kebangkitan kelompok teroris juga merupakan dampak kampanye kelompok Islam moderat untuk pembubaran Densus 88 yang tentu makin memperberat beban Densus 88.
"Sepatutnya bom di mako Polres Poso pagi tadi menjadi peringatan bahwa persoalan terorisme masih merupakan ancaman serius bagi Islam dan NKRI," katanya.
Ia pun berharap BNPT segera menyelesaikan Cetak Biru Strategi Nasional Penanggulangan Terorisme sehingga ada koordinasi dari lembaga-lembaga terkait program pemberantasan terorisme seperti BIN, BAIS, Densus 88 termasuk TNI dan Polri.
"Blue Print ini penting untuk mengefektifkan program keseluruhan dan tentu untuk menghindari tumpang tindih dan pembiayaan oleh lembaga-lembaga tersebut baik dalam bentuk operasi intelijen maupun operasi pengendalian keamanan," ujarnya.
Ia mengatakan blue print juga akan membantu kesatuan langkah dalam pemberantasan terorisme misalnya keputusan salah satu lembaga intelijen untuk merekrut eks teroris tanpa pertimbangan komprehensif bisa menyebabkan kegagalan operasi penindakan oleh lembaga lainnya.
"Cetak Biru ini mendesak dan darurat mengingat ancaman kelompok radikal Islam sudah menjadi ancaman regional Asia-Pasifik dimana Indonesia diharapkan dapat menjadi mediator konflik internal dengan kelompok muslim radikal di beberapa negara di kawasan ini. Jika Poso masih jadi hot spot maka Indonesia kehilangan legitimasi dan peran penting di dunia diplomasi baik di regional maupun dunia," ungkapnya.