Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Hukum: PK Diajukan untuk Keadilan Bukan Kepastian Hukum

Inti kepedulian dan nurani tersebut dikatakan Romli sudah sejak lama dilupakan atau diabaikan oleh elite pimpinan nasional

Penulis: Eri Komar Sinaga
zoom-in Pakar Hukum: PK Diajukan untuk Keadilan Bukan Kepastian Hukum
TRIBUN/DANY PERMANA
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar (kanan) bersiap mengikuti jalannya sidang pra peradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2013). Antasari Azhar menggugat Kapolri Jenderal Timur Pradopo terkait tidak adanya kejelasan kasus short message services (SMS) gelap almarhum Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, yang ditangani Badan Reserse Kriminal Polri. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA 

Laporan Wartawan Tribunnews, Eri Komar Sinaga

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Romli Atmasasmita, mengatakan permintaan peninjauan kembali (PK) bukan untuk kepastian hukum namun untuk kepastian keadilan.

Menurut Romli, PK sebagaimana yang diatur dalam Pasal 268 ayat (3) Hukum Acara Pidana terhadap UUD 1945 bukanlah kewajiban melainkan hak terpidana sepanjang hayatnya menjalani penjara sekalipun terpidana berada pada masa akhir tahanan.

Alasan PK memuat alasan-alasan faktual semata-mata yang intinya jika ditemukan fakta adanya novum, atau terdapat  fakta terdapat putusan yang saling bertentangan, atau terdapat  fakta ada kekeliruan nyata dari majelis hakim.

"Ketiga alasan faktual tersebut bukan alasan untuk mencapai tujuan kepastian hukum melainkan untuk mencapai tujuan keadilan, karena dengan tujuan kepastian hukum telah dipenuhi (selesai) seketika jatuhnya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap," ujar Romli saat memberikan kesaksian persidangan uji materi PK di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (4/6/2013).

Dikatakan Romli, ketiga alasan PK merupakan sarana hukum untuk mengubah nasib terpidana dan merupakan upaya 'memuliakan' harkat martabat sesamanya sekalipun dalam status terpidana.

"Peristiwa yang terjadi pada Antasari Azhar, dan mungkin masih banyak lagi perkara, boleh jadi adalah akibat dari 'ketidak-bebasannya' hukum (penguasa) dari pengaruh Politik,"ujar Romli.

Berita Rekomendasi

Antasari, lanjut Romli, merupakan korban pandangan negara hukum formal, bukan dalam konteks konsep negara hukum bernurani.

Inti kepedulian dan nurani tersebut dikatakan Romli sudah sejak lama dilupakan atau diabaikan oleh elite pimpinan nasional termasuk aparatur negara dan aparatur hukum.

"Dalam proses penegakan hukum telah terjadi  krisis nilai perikemanusiaan yang adil dan beradab sehingga telah banyak korban salah tangkap dan salah tahan bahkan korban salah penghukuman seperti kasus Sengkon dan Karta, kasus Muchtar Pakpahan, Prita Mulyasari, Sri Bintang Pamungkas dan termasuk Antasari Ahar yang kini sebagai pemohon," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas