Pengajuan Sengketa Empat Parpol ke Bawaslu Tak Efektif
Upaya Gerindra, PPP, PKPI, dan PAN yang mengajukan sengketa ke Badan Pengawas Pemilu, menyusul sikap Komisi
Penulis: Y Gustaman
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya Gerindra, PPP, PKPI, dan PAN yang mengajukan sengketa ke Badan Pengawas Pemilu, menyusul sikap Komisi Pemilihan Umum yang menggugurkan pencalonan di sejumlah daerah pemilihan dianggap tidak akan efektif.
Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti beralasan, karena model penyelesaian sengketa di Bawaslu yang tidak tersusun dengan rapi, sistemik dan baku, juga hasil akhirnya berujung tidak diakui oleh KPU, seperti ketika KPU menolak hasil sengketa partai politik.
"Saran KPU mengajukan persoalan ini ke sengketa Bawaslu menjadi aneh jika tanpa pernyataan dari KPU sendiri bahwa hasil sengketa di Bawaslu akan diterima sepenuhnya oleh KPU," ujar Ray dalam surat elektronik yang diterima Tribun, Jakarta, Selasa (11/6/2013).
Menurut Ray, contoh yang terjadi selama ini dalam penyelesaian sengketa di Bawaslu hanya buang-buang waktu, tenaga, pikiran dan dana. Begitu Bawaslu mengabulkan hasilnya, KPU masih dapat berkilah dengan menyebut hasil sengketa itu tidak final.
Hal ini menjadi tambah aneh karena Bawaslu juga terlihat seperti menunggu bola. Tak ada opini tentang kinerja KPU terkait dengan verifikasi administrasi berkas bakal calon legislatif ini untuk ditingkatkan statusnya sebagai daftar calon sementara.
Jika sejak awal Bawaslu mengawasi proses verifikasi secara aktif, dan memberi saran-saran yang dianggap penting, maka tak perlu ada kasus yang dibawa ke meja sengketa Bawaslu. Saat ini Bawaslu menunggu di ujung jalan, menerima hasil bersih lalu memperkarakannya.
"Model kinerja Bawaslu seperti ini tak memberi sumbangan signifikan bagi penegakan pelaksanaan pemilu yang jujur, adil, partisipatif dan terbuka," tambah Ray.
Memang, masih ada waktu bagi partai politik untuk segera melakukan langkah-langkah hukum tersebut sebelum DCS ditetapkan menjadi DCT (daftar calon tetap) pada 23 Agustus 2013. Sepanjang waktu yang tersisa ada waktu pergantian, sekalipun masa pergantian yang dimaksud lebih karena sebab adanya aduan masyarakat terhadap DCS yang diumumkan.
Dikatakan Ray, kasus ini, lagi-lagi, mengingatkan bahwa pemilu kita telah terjerembab ke deretan peraturan administratif yang menyulitkan para peserta sendiri. Akibatnya sejak pendaftaran dan verifikasi partai hingga pendaftaran dan verifikasi caleg berbagai kelemahan pemenuhuan administrasi muncul di mana-mana.
Ujung-ujungnya sengketa berbagai jejang sengketa dilewati. Proses pemilu hiruk pikuk bukan karena masyarakat dan peserta berbincang apa isi, visi, misi dan tujuan-tujuan pemilu dalam rentan lima tahun, tetapi ribut, terkadang adu fisik hanya karena lemba-lembar administrasi.
"Politik menjadi administratif, bahkan hal itu jauh lebih penting dari tujuan politik itu sendiri. Banyak aturan tentang fisik sistem pemilu, bukan isi dan subtansinya," terang Ray.
Saat ini, PPP, PAN, PKPI dan Gerindra kehilangan pencalonannya di sejumlah daerah pemilihan karena tidak memenuhi syarat keterwakilan 30 persen perempuan. Ketika syarat ini tidak terpenuhi, otomatis, seluruh caleg dari dapil tersebut gugur.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.