BLSM Rp 150 Ribu Cuma Dapat 5 Bungkus Mi Instan di Papua
Pengamat Ekonomi dari Econit, Hendri Saparini, heran dari mana dan seperti apa perhitungan pemerintah menggelontorkan
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Ekonomi dari Econit, Hendri Saparini, heran dari mana dan seperti apa perhitungan pemerintah menggelontorkan bantuan langsung sementara masyaraat (BLSM) sebesar Rp 150 ribu per bulan untuk warga miskin.
"Itu perhitungannya bagaimana," kata Hendri dalam "Dialog Kenegaraan" di gedung DPD/DPR RI Jakarta, Rabu (19/6/2013).
Dia menegaskan harga barang dan jasa di daerah berbeda-beda. Jika di Jawa umumnya uang sebesar Rp 150 ribu bisa untuk membeli sejumlah kebutuhan pokok maka tidak demikian halnya di daerah lain seperti di Papua misalnya dimana harga barang dan kebutuhan pokok mahal. Misalnya dengan Rp 150 ribu mungkin hanya untuk 5 bungkus mi instan.
"Ini kok perhitunganya disamakan dari Sabang sampai Merauke," kata dia.
Demikian pula, Hendri Saparini mempertanyakan hitungan inflasi BPS yang dipakai sebagai acuan besaran BLSM.
"Kalau perhitungan inflasi 5 persen yang dipakai BPS itu salah besar apalagi kalau ini sasarannya orang miskin sebab inflasi orang miskin 2 atau 3 kali lipat inflasi rata-rata. Jadi karena bagi orang miskin harusnya hitungan inflasi makanan bukan yang lain," kata dia.
Meurut dia, BLSM ini sekadar sedekah bagi orang miskin yang disebut pemerintah sebagai kompensasi atas kenaikan harga BBM.
"Tapi sedekah BLSM Ini tidak membantu hanya untuk mengkompensasi. Nah 4 bulan pemberian BLSM ini apa setelah itu masyarakat bisa mengkompensasi diri sendiri. Apakah setelah 4 bulan itu harga barang akan turun?" kata Hendri Saparini.
Diberitakan sebelum pemerintah akan membagikan BLSM Rp 150 ribu kepada kurang lebih 15 juta warga miskin di Indonesia sebagai kompensasi atas rencana kenaikan harga BBM. BLSM ini akan dibagikan mulai Juli selama 4 bulan.