Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

DPR Bahas RUU Ormas Bersama Perwakilan Kelompok Masyarakat

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat konsultasi bersama pimpinan organisasi masyarakat.

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in DPR Bahas RUU Ormas Bersama Perwakilan Kelompok Masyarakat
SERAMBI INDONESIA/M ANSHAR
Massa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Aceh melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Banda Aceh, Jumat (12/4). Mereka membawa poster berisikan menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Organisasi Masyarakat (Ormas). SERAMBI/M ANSHAR 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat konsultasi bersama pimpinan organisasi masyarakat. Pertemuan tersebut sebagai buntut dari penundaan pengesahan RUU Ormas pada sidang paripurna, Selasa (25/6/2013).

Rapat dipimpin oleh Ketua DPR Marzuki Alie didampingi Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan dan diikuti pimpinan fraksi. Sedangkan ormas yang mengikuti adalah Muhammadiyah, Lembaga Persahabatan Ormas Islam, KWI dan PGI.

"Tujuannya untuk mempertemukan ide dan pemikiran yang berkembang di antara ormas, terutama ormas keagamaan yang mempunyai basis massa dan basis sosial jelas," kata Wakil Ketua Fraksi PAN Viva Yoga Mauladi di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (26/6/2013).

Ia mengatakan pemikiran Ormas harus tertuang dan tertampung di UU. Selain itu ormas juga
membelenggu kebebasan berpikir, berpendapat dan mengeluarkan pendapat.

"Harus diatur agar tidak anarkis dan kebebasan yang dapat melanggar hukum. Termasuk juga soal pendanaan. Harus dilaporkan ke publik, terutama yang berasal dari dana asing," katanya.

Tujuannya, ujar Viva, ada transparansi dan akuntabilitas bahwa dana itu berasal dari mana dan untuk program apa. Viva mengungkapkan keberadaan UU Ormas ini jangan sampai membelenggu ormas dan LSM sebagai salah satu pilar kekuatan civil society.

"Kekuatan civil society ini bercirikan merupakan kelompok organisasi yang dibentuk orang/ masyarakat, berisifat independen, mampu membatasi intervensi negara, dan bersifat kritisi," tuturnya.

Berita Rekomendasi

"Jangan sampai kemudian terbelenggu oleh kekuasaan atau menjadi antek dari pemilik modal untuk tujuan kepentingan ekonomi, politik dan merusak kedaulatan negara," tambah Viva.

Tags:
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas