Hindari Pasal Karet, Jumlah Pasal Harus Banyak
Firdaus Syam, Akademisi dari Universitas Nasional sekaligus mitra DPR dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Firdaus Syam, Akademisi dari Universitas Nasional sekaligus mitra DPR dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ormas mengakui jumlah pasal dalam RUU tersebut lebih banyak dibandingkan UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang partai politik dan kemasyarakatan.
Namun, kata Firdaus, UU Nomor 8 tersebut sudah tidak relevan dengan zaman. Indonesia memerlukan peraturan lebih banyak untuk mengakomodir keterbukaan dan partisipasi masyarakat.
"Betul jumlah pasal tidak banyak. Karena itu yang kita lihat RUU ini tidak relevan dengan zaman. Proses keterbukaan dan partisipasi masyarakat semakim penting. Jadi diperlukan peraturan baru," kaya Firdaus dalam diskusi bertajuk 'RUU Ormas Kok Bikini Cemas', di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (29/6/2013).
Jumlah pasal yang banyak dalam RUU Ormas tersebut untuk mengatur secara rinci, detail, dan menghindari adanya pasal karet.
Selain itu, RUU tersebut juga mengatur tentang susbtansi Ormas agar mandiri dan terbuka, serta akuntabilitas.
"Misanya masalah aliran dana. Harus bisa dilihat kepentingannya untuk apa. Jumlah Ormas yang terdaftar lebih dr 65 ribu. Jumlah yang sangat besar. Jangan lupa masuknya Ormas asing di negara kita dan turut beraktifitas dengan tujuannya," kata dia.
Walau demikian, adanya berbagai penolakan masukan dan kritikan dari masyarakat mengenai RUU Ormas tersebut adalah sebuah dinamika. " Ini masukan yang lebih menyempurnakan RUU tersebut," katanya.