Rompi Tahanan untuk Emir Moeis Tak Muat
Saaat digiring ke tahanan, ketua Komisi XI DPR itu mengenakan rompi tahanan orange yang hanya terpasang sebagian di tubuhnya.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Setahun menyandang status tersangka korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung Selatan senilai Rp 2,8 miliar, Emir Moeis akhirnya dijebloskan Rutan TNI Guntur, Kamis (11/7) kemarin sore. Saaat digiring ke tahanan, ketua Komisi XI DPR itu mengenakan rompi tahanan orange yang hanya terpasang sebagian di tubuhnya.
Emir yang dikenal sebagai Ketua DPP PDIP Bidang Keuangan dan Perbankan melangkah santai menuju mobil tahanan, sebelum diangkut menuju Rutan TNI Guntur. Politikus gaek ini seolah tak peduli rompi tahanan KPK yang hanya menempel di satu tangan dan sebagian badannya.
Rompi itu tak mampu menampung tubuh tambun Emir. Ketika dipaksa dipakai, rompi tak bisa dikancing, sehingga hanya terpasang pada sebelah badan Emir. Tak sepatah katapun diucapkan Emir. Gurat wajahnya menunjukkan letih setelah menjalani pemeriksaan perdana yang berlangsung sekitar enam jam, sejak pukul 10.00 WIB.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka korupsi 26 Juli 2012 lalu, KPK belum pernah memeriksa Emir. Ganjilnya, KPK selalu berdalih proses penyidikan rumit, karena dilakukan di Amerika Serikat.
Menurut penyelidikan KPK, Emir kala menjadi anggota DPR 1999-2004 dan 2004-2009, mendapat uang suap dari PT Alstom Indonesia yang berinduk PT Alstom di luar negeri senilai 300.000 dolar AS atau sekitar Rp 2,8 miliar. Uang itu diduga keras untuk memuluskan pembangunan proyek PLTU Tarahan tahun 2004 silam.
Kasus ini terungkap, setelah KPK mengembangkan kasus proyek CIS-RISI di PLN Distribusi Jakarta Raya (Disjaya) Tangerang yang menjerat mantan Dirut PLN, Eddie Widiono. Emir dijerat melanggar Pasal 5 Ayat (2), Pasal 12a dan b, Pasal 11 dan atau Pasal 12D UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.
Penahanan Emir tak urung membuat terkejut elite PDIP. "Kami sebagai Sekjen Partai sangat terkejut mendengar berita penahanan Pak Emir. Baru kali ini diperiksa, tiba-tiba langsung di tahan," kata Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo.
PDIP, kata Tjahjo, menyatakan keprihatinannya terhadap kasus yang menimpa kadernya itu. Ia berharap KPK yang mendapatkan kepercayaan publik melaksanakan amanat pembentarasan korupsi, tetap mengedepankan prinsip asas praduga tak bersalah.
"Dukungan moril tetap kami berikan agar Pak Emir tabah menghadapi masalah ini, dan partai mempersiapkan Tim advokasi hukum untuk mendampingi beliau," tuturnya.
Selama ini, menurut Tjahjo, Emir sangat kooperatif kalau dipanggil sebagai saksi. "Tentunya KPK mempunyai pertimbangan-pertimbangan lain sampai menetapkan penahanan Pak Emir," katanya.
Wasekjen PDIP, Erico Sotarduga juga menyampaikan keprihatinannya. "Kami sangat prihatin, tapi tentunya prinsip praduga tak bersalah kita ke depankan. Kami tentunya menunjuk kuasa hukum untuk mendampingi beliau, serta semua proses hukum kami hormati dan akan kita ikuti tiap tahapnya," kata Erico.
Putri Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menjabat Ketua Fraksi PDIP, Puan Maharani langsung melakukan konsolidasi, menyusul penahanan Emir. "Saat ini kami masih konsolidasi perihal perkembangan terbaru," kata Puan.
Yang pasti, PDIP menghormati dan memasrahkan peroses hukum yang dilaksanakan KPK. "Kita meyakini KPK melakukan itu (proses) bukan by order, tapi berdasarkan fakta hukum," kata Trimedya Panjaitan, politisi PDIP yang duduk sebagai anggota Komisi Hukum DPR.
Kuasa hukum Emir, Yanuar Wasesa tak menampik kliennya pernah menerima uang dari seseorang bernama Pirooz, namun tak terkait suap. "Pirooz ini teman kuliah Emir di MIT (Massachusetts Institute of Technology) Amerika," kata Yanuar.
Pirooz berkewarganegaraan Amerika. Pirooz dan Emir selain sebagai teman kuliah pernah bisnis bersama. "Mereka pernah berbisnis konsentrat nanas ekspor, kemudian mencoba merintis bisnis batubara dengan Emir," jelasnya.
Yanuar menampik kalau uang yang diterima kliennya itu bertujuan suap. "Nggak benar itu (terima suap). Terima dari Pirooz, bukan dari Alstom," tegasnya.
Kendati demikian, Yanuar tak menjelaskan detail berapa jumlah uang yang diterima Emir dari Pirooz. Ia hanya berharap KPK memanggil Pirooz untuk dikonfrontir. Pirooz disebut-sebut orang yang mengenalkan Emir ke pihak PT Alstom. Seperti diketahui, Alstom merupakan perusahaan pemenang tander untuk menggarap proyek PLTU Tarahan.
"Menurut klien kami, yakin Pirooz jualan namanya. Ini lho saya kenal dengan anggota parlemen Indonesia," kata Yanuar menirukan Emir. Ketika ke Paris, Emir bertemu Pirooz. Dari sana, Pirooz mengundang Alstom untuk bertemu politisi PDIP itu.
Namun tak dijelaskan Yanuar, apa yang dibicarakan dari pertemuan Paris itu. "Begini, Emir ke Paris kemudian Pirooz kebetulan di situ. Di situ diundanglah (Alstom)," tandasnya.
Yanuar menegaskan penahanan Emir tanpa bukti kuat. Penahanan kemarin dianggap akibat KPK tak bisa menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), lalu memaksakan menahan Emir.
"Institusi hukum yang diberikan kewenangan begitu besar sampai-sampai kemudian tidak ada SP3, ya begini ini jadinya," tegasnya.
Ia menilai pimpinan KPK sudah terlanjur malu, hingga akhirnya tak menghentikan penyidikan, kendati tak memiliki bukti kuat. "Kan repot, sudah telanjur menetapkan Emir sebagai tersangka. Apa yang terjadi, mereka tak bisa SP3, malu melimpahkan ke Kepolisian. Yang terjadi kemudian Emir ditahan," tandasnya.
Yanuar mengungkapkan, Emir bukan diperiksa selama enam jam, sejak tiba di KPK. Emir hanya diajak ngobrol selama satu jam. "Jadi, omong kosong kalau tadi mereka menemukan fakta dalam pemeriksaan Emir," tegasnya.(tribunnews/win/fer)