Napi di Tanjung Gusta Banyak yang Mengerti Hukum dan Perundangan
Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin, mengakui kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan disebabkan PP No 99
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin, mengakui kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan disebabkan PP No 99 Tahun 2012 tentang tentang remisi dan pembatalan bebas bersyarat.
"Ada situasi penantian yang menimbulkan kerusuhaan penerapan PP 99 tahun 2012 yang kemungkinan karena baru diberlakukan pertengahan 2013 baru diundangkan bulan Juni. Sehingga wajar dipahami kalau penerapannnya belum selancar yang kita harapkan," ujar Amir dalam diskusi di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (13/7/2013).
Sebagaimana diketahui PP No 99 melakukan pembatasan mengenai hak-hak UU No 19 tahun 95 tentang hak-hak narapidana. Tapi itu tidak bisa dilepaskan dari semangat kemarahan publik, suatu kondisi dari pelaku pidana yang sifatnya ekstra ordinary khususnya korupsi telah mengganggu keadilan masyarakat.
Dikatakan Amir, extra ordinary crime tersebut menjadi isu besar yang mencuat karena betapa ringannya hukuman yang dijatuhkan pada waktu itu.
"Saya akui akhir-akhir ini hukuman memang lebih keras terhadap tindak pidana korupsi. Tentunya dengan situasi seperti ini terbuka kemungkinan ada evaluasi penyesuaian agar PP 99 bisa menyesuaikan dengan keadaaan sekarang," kata dia.
Di Lapas Tanjung Gusta, terpidana korupsi hanya empat orang dari 2.600 narapidana. Yang paling banyak adalah narkoba. Dari narapidana tersebut, ada beberapa napi yang menguasai dengan baik aturan dan teori-teori perundang-undangan, teori hukum sehingga mereka menganggap ada ketidakadilan yang dimunculkan PP 99.
"Mereka merasa kenapa setelah diadili dan dihukum oleh pengadilan masih ada lagi bentuk hukuman lain," kata Amir.
Namun ditegaskan Amir, narapidana yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap sebelum sebelum PP berlaku tetap mendapat remisi sesuai mekanisme yang berlaku sebelumnya.
Terkait soal pemadaman listrik dan putusnya suplai air, lanjut Amir, hanyalah faktor pemicu saja.
"Ini bisa jadi kekecewaan yang bisa terakumulasi. Ditambah air, listrik nggak ada, over capacity. Inilah faktor-faktor semua sehingga dengan menginventarisasi masalah, berdialog," katanya.