Surat Edaran Menkumham Belas Kasihan Kepada Koruptor
Surat edaran Menkumham dinilai bertentangan dengan PP 99 Tahun 2012 soal pengetatan remisi. Demikian dikatakan Wakil Ketua MPR
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Surat edaran Menkumham dinilai bertentangan dengan PP 99 Tahun 2012 soal pengetatan remisi. Demikian dikatakan Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Tohari melalui pesan singkat, Senin (15/7/2013).
Menurut Hajriyanto, PP 99/2012 bersemangat anti korupsi secara kategoris. "Sementara SE Menhukham itu bersemangat kompromi dan belas kasihan," ujar Hajriyanto.
Ia mengatakan pemerintah terjebak pada dilema klasik antara menegakkan semangat antikorupsi dan tekanan memberikan remisi kepada pelaku korupsi. Tampaknya, kata Hajriyanto, pemerintah tidak bisa keluar dari dilema yang ironisnya dibuatnya sendiri.
"Lihat saja fakta-fakta berikut ini: pertama, UU yang mengatur remisi itu dibuat oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR," kata Politisi Golkar itu.
Artinya, kata Hajriyanto, porsi pemerintah dalam pembentukan UU tersebut se banyak 50 persen. Kemudian PP99/2012 yang anti remisi itu dibuat penuh 100 persen oleh pemerintah. "Namanya juga Peraturan Pemerintah tentu dibuat pemerintah sepenuhnya," katanya.
Lalu surat edaran tersebut dibuat oleh Menkumham sendiri. "Walhasil, pemerintah telah terjerat dalam jaring-jaring hukum yang ditenunnya sendiri. Ini semua akibat dari sikapnya yang mediocre dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi," katanya.
Semestinya, tutur Hajriyanto, SE itu tidak pernah dikeluarkan selama PP19/2012 masih berlaku. Jika dasar pertimbangan SE itu adalah bahwa PP19/2012 sekarang ini sedang digugat ke MA, katanya, tetap saja SE itu tidak boleh dikeluarkan karena memang bertentangan dengan PP yang dibuatnya sendiri oleh pemerintah.
"Masak ada SE menteri yang substansinya tidak sejalan dengan PP?" tanya Hajriyanto.