Enam Penyidik KPK Kompak Bantah Tekan Saksi Simulator SIM
Mereka adalah Novel Baswedan, Peter Dian Utama, Bambang Dartianto, Sugiyanto, Muhamad Dian Susanto dan Ibrahim Ulil
Penulis: Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Enam Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tergabung dalam Satuan Tugas penanganan kasus dugaan korupsi simulator SIM dan pencucian uang terdakwa mantan Kepala Korlantas Irjen Djoko Susilo, kompak membantah sejumlah saksi yang mengatakan ditekan oleh penyidik saat memberi keterangan di KPK
Mereka adalah Ketua Satgas, Novel Baswedan, Peter Dian Utama, Bambang Dartianto, Sugiyanto, Muhamad Dian Susanto dan Ibrahim Ulil.
Jaksa Penuntut Umum KPK, KMS Roni, mengkonfirmasi kepada Novel terkait hal itu. Sebab, para saksi ada yang mencabut Berita Acara Pemeriksaan saat di persidangan.
Novel memulai pernyataannya bahwa baik dirinya maupun timnya, tidak pernah memberikan tekanan saat memeriksa saksi, termasuk Ni Nyoman Suhartini.
"Apa yang dijawab dituangkan dalam BAP. Dalam pemeriksaan kami tidak pernah menekan. Bukan hanya saya, penyidik lain yang melakukan pemeriksaan, tidak pernah memberikan ancaman," kata Novel di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (16/7/2013) malam.
Dia juga menegaskan, kalau dikatakan saksi mendapat tekanan psikis, itu kondisinya sebenarnya terbalik. kata Novel, justru ada sebagian saksi yang sebelum diperiksa dihubungi Penasihat Hukum terdakwa. Namun, Novel tak menyebut siapa penasehat terdakwa yang dimaksud.
Novel juga mengaku punya bukti rekaman CCTV, soal mantan Sekretaris Pribadi Djoko Susilo Benita Pratiwi bertemu dengan salah satu PH terdakwa, di Menara Peninsula, Jakarta.
"Kalau memang diperlukan majelis hakim, CCTV kami siap untuk memberikannya," kata Novel.
Lebih jauh Novel kembali menegaskan, tidak pernah ada tekanan dari Penyidik KPK terhadap saksi. Namun, dia menamahkan, yang terjadi adalah saksi diduga dipengaruhi oleh beberapa PH terdakwa.
"Itu yang terjadi. Sehingga ini perlu saya sampaikan untuk pengetahuan Majelis Hakim," imbuh Novel.
JPU KPK, KMS Rony kemudian memertanyakan apakah Penyidik KPK keras dalam menyampaikan pertanyaan kepada saksi, memberikan nasehat, menunjukkan barang bukti dan mencantumkan Pasal 22 Undang-undang Tindak Pidana Tipikor untuk memengaruhi saksi dalam memberikan keterangan.
Dengan lugas, Novel menjawab, terkait pemeriksaan beberapa saksi yang sebelumnya sudah dikenal penyidik karena merupakan Anggota Polri, malah memberikan kenyamanan saat memeriksa.
"Kami menciptakan suasana yang nyaman dengan yang bersangkutan, supaya menyampaikan apa adanya," katanya.
Terkait pencantuman Pasal 22 UU Tipikor, Novel menyatakan, itu adalah dalam rangka penyidik mengimbau kepada yang bersangkutan bahwa sebagai warga negara memiliki kewajiban menyampaikan keterangan yang benar.
"Karena itu kewajiban sebagai warga negara penting kami menyampaikan," kata Novel.
"Kami dalam setiap pemeriksaan selalu mengimbau agar menyampaikan kebenaran, tidak menyampaikan kebohongan dan fitnah," tambah Novel.
Sementara, penyidik M Irwan, mengakui pernah meminta Tri Hudi Ernawati, Sespri Djoko Susilo. Irwan memastikan saat pemeriksaan Erna tak merasa tertekan, bahkan, dia meminta Erna untuk tak terpengaruh dengan gangguan di luar.
"Saat itu saya dalam rangka konfrontasi, Sukotjo S Bambang dan Tri Hudi Ernawati, awalnya kami sampaikan pokok perkara. Kedua saat berjalan pemeriksaan, kami imbau saksi sebagai anggota polri dan sespri agar netral dan tak terpangaruh," kata Irwan.
Bagaimana ditekan? Karena, dalam pemeriksaan tersebut, penyidik bahkan banyak dikoreksi Erna. Sebab Erna adalah seorang yang sangat teliti.
"Setelah diperiksa dan buat Berita Acara Pemeriksaan, Erna kemudian baca dan teliti dan dia tandatangan. Dia sempat koreksi dan dia tuliskan dalam BAP, Bahkan saya masih simpan koreksiannya," imbuhnya.
Lantaran itu, ia menyebut penyidik bekerja dengan teliti. "Kami lakukan beberapa pertanyaan dan kami ketik dalam BAP. Kami sangat teliti, setelah itu kami tuangkan dalam BAP atau berita konfrontasi," tegasnya.
Untuk diketahui, Erna sempat menarik keterangannya dalam BAP saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, pada 11 Juni lalu. Saat itu, Erna mengaku mendapat tekanan saat bersaksi di ruang penyidikan KPK. Penarikan BAP tersebut langsung disaksikan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto hadir di persidangan.
Begitu juga dengan empat orang penyidik lainnya. Mereka secara bergantian menjelaskan dan membantah pernah melakukan tindakan paksaan terhadap saksi.
Pengacara Protes
Sebelum enam penyidik diambil sumpah, Tommy Sihotang, salah satu PH Djoko protes. Sebab, ia menyatakan, pemeriksaan ini perlu dilakukan jika saksi yang merasa tertekan tak dihadirkan di persidangan.
"Kami keberatan, kalau begini ini bukan konfrontasi. Tolong dicatat," kata Tommy.
Dia menyatakan, kalau hanya memeriksa penyidik (verba lisan), nanti yang ada penjelasan yang disampaikan tidak benar.
Namun, Ketua Majelis Suhartoyo, menghargai keberatan Tim PH.
Suhartoyo menyatakan, tidak pernah ada kalimat persidangan akan mengkonfrontir saksi dan penyidik.
Karenanya, Majelis Hakim dan JPU tetap akan memeriksa penyidik tanpa PH. Tim PH pun tetap konsisten tidak memberikan pertanyaan kepada Penyidik KPK.