Petinggi Chevron Divonis Dua Tahun Penjara
Ketua Tim Penanganan Isu Sosial Lingkungan Sumatera Light South (SLS) Minas PT Chevron Pasific Indonesia (CPI), Kukuh Kertasafari
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Penanganan Isu Sosial Lingkungan Sumatera Light South (SLS) Minas PT Chevron Pasific Indonesia (CPI), Kukuh Kertasafari divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Kukuh juga dikenakan pidana denda sebesar Rp 100 juta subsidair tiga bulan kurungan, karena dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek normalisasi lahan tercemar minyak (bioremediasi) di Riau tahun 2006-2011.
"Terdakwa Kukuh tidak terbukti melakukan pidana korupsi dalam dakwaan primer," kata Ketua Majelis Hakim, Sudharmawati Ningsih saat membacakan vonis dalam sidang di Pengdilan Tipikor, Jakarta, Rabu (17/7/2013).
Dalam pertimbangannya, Sudharmawati mengatakan bahwa selaku Ketua Tim Penanganan Isu Sosial Lingkungan SLS Minas menyadari bahwa penetapan 28 titik lokasi tanah terkontaminasi bertentangan dengan peraturan menteri lingkungan hidup. Tetapi, tetap membebaskan tanah tersebut untuk dilakukan bioremediasi.
Kemudian, untuk melakukan proses bioremediasi tahun 2006-2010 bekerja sama dengan PT Sumigita Jaya. Dengan membayar Herland Bin Ompo sebesar 6,929 juta dolar Amerika.
Padahal, terdakwa Kukuh mengetahui bahwa terhadap 28 lokasi tersebut tidak perlu dilakukan bioremediasi. Sebab, tidak terkontaminasi minyak mentah.
Atas perbuatannya, hakim menganggap merugikan negara sebesar 6,929 juta dolar Amerika. Jumlah tersebut didapatkan dari uang yang dibayarkan kepada Herland.
Namun, hakim anggota Slamet Subagyo berpendapat berbeda. Menurutnya, Kukuh tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer dan subsider.
Slamet mengatakan bahwa Kukuh bukanlah pihak yang menentukan 28 titik terkontaminasi. Sebab, sudah ada tim yang dibentuk untuk menentukan apakah ada lahan terkontaminasi.
"Terdakwa bukan orang yang bertanggung jawab memeriksa tanah terkontaminasi. Untuk penetapan tanah terkontaminaasi sudah ada timnya," kata Slamet saat membacakan dissenting opinion dalam amar putusan.
Menanggapi vonis tersebut, Kukuh dan penasihat hukumnya menyatakan banding.
Sebaliknya, jaksa ditemui usai sidang menyatakan akan menggunakan waktu untuk pikir-pikir.
Vonis yang dijatuhkan terhadap Kukuh memang jauh lebih ringan dari tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung.
Dalam sidang tanggal 11 Juni lalu, jaksa menuntut dengan pidana penjara selama limaa tahun dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan. Sebab, dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek normalisasi lahan tercemar minyak (bioremediasi) di Riau tahun 2006-2011.
"Menyatakan terdakwa Kukuh Kertasafari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah turut serta melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana diuraikan dalam dakwaan primair," kata jaksa Sugeng Sumarno saat membacakan tuntutan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.