Hatta Rajasa Soal Vonis Kasus IM2: Semua Harus Berpikir Cerdas
Dalam hal ini Hatta menyarankan pihak Indosat memanfaatkan banding
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa menjelaskan, Indosat bisa mempergunakan semua celah hukum. Dalam hal ini Hatta menyarankan pihak Indosat memanfaatkan banding, termasuk menyelesaikan melalui arbitrase internasional.
“Kasus (Indosat-IM2) semua pihak harus berpikir cerdas, karena menyangkut kredibilitas bangsa dan negara. Jangan ada yang bermain main dengan hukum,” ujar Hatta Rajasa, Selasa (23/7/2013).
Sementara itu sekretaris Kabinet, Dipo Alam menuturkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melihat persoalan ini masuk wilayah hukum tetapi selaku kepala pemerintahan presiden tidak menghendaki adanya akal akalan atau kongkalikong untuk mengutungkan satu pihak yang merugikan pihak lain.
"Presiden tidak akan memberikan penilaian proses hukum yang sudah berjalan itu salah atau benar. Namun, selaku kepala pemerintahan, Presiden tidak menghendaki adanya akal-akalan untuk menguntungkan satu pihak dengan merugikan pihak yang lain,” ungkap Dipo dihubungi wartawan.
Sekedar informasi, bahwa pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) menyatakan ada unsur korupsi pada kerjasama jaringan Indosat-IM2. Mantan Direktur Utama IM2, Indar Atmanto diputus 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta, dan subsider kurungan 3 bulan penjara. PT IM2 juga diharuskan bayar Rp 1,3 triliun.
Putusan ini dinilai janggal, karena hampir semua pelaku usaha sektor ini menjalankan model bisnis yang serupa. Apalagi laporan pengaduan dari pengurus LSM Konsumen Telekomunikasi Indonesia (KTI), Denny AK, terbukti oleh hakim sekedar siasat untuk memeras.
Putusan ini mengancam industri telekomunikasi yang pada tahun lalu memberikan kontribusi Rp11,8 triliun dalam penerimaan negara. Karena ini, pelaku usaha lewat Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) dan regulator yakni Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah melaporkan hakim yang menyidangkan kasus ini ke Komisi Yudisial (KY).
Mastel menilai ada dugaan pelanggaran kode etik oleh majelis hakim dalam menyidangkan perkara tersebut.
"Ada beberapa poin yang diadukan kepada Komisi Yudisial, yakni bahwa majelis hakim dalam memeriksa dan mengadili tidak profesional dalam memahami perkara yang diajukan," kata Ketua Umum Mastel, Setyanto P. Santosa.