Irmanputra: Pemeriksaan Jaksa Tak Perlu Izin Jaksa Agung
Pakar Hukum Tata Negara Andi Irmanputra Sidin menilai izin pemeriksaan jaksa hanya boleh dilakukan atas izin jaksa agung
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Andi Irmanputra Sidin menilai izin pemeriksaan jaksa hanya boleh dilakukan atas izin jaksa agung merupakan bentuk permintaan kekebalan (hak ekstraktif) yang tidak menjamin prinsip keseimbangan antara negara atau penegak hukum dengan warga negara.
Menurut Irman, aparatur atau instrumen negara bidang pemidanaan tidak boleh diberikan hak ekstraktif jika yang bersangkutan juga sedang diguga melakukan tindak pidana.
"Karena hal ini sesungguhnya ancaman nyata akan hak konstitusional warga negara akan perlindungan dan kepastian hukum yang adil," urai Irman saat menjadi ahli dalam persidangan pengujian undang-undang (PUU) Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan, di MK, Jakarta, Rabu (23/7/2013).
Pasal tersebut berbunyi 'Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jaksa diduga melakukan tindak pidana maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.'
Menurut Irman, seharusnya diterapkan prinsip resiprokal (perbuatan timbal balik) bahwa jika negara memberikan kemudahan bagi aparat hukum pidana dalam menjalankan tugasnya, maka proses sebaliknya juga harus diterapkan.
Dengan demikian, warga negara yang merasa disewenang-wenangkan bisa melakukan tuntutan balik yang sama mudahnya.
"Inilah prinsip keseimbangan bahwa antara negara dan warga negara berada pada titik tengah yang berimbang dan titik tengah itu adalah proteksi konstitusi," jelas Irman.
Resiprokal tersebut dimaksudkan agar kesewenang-wenangan itu tidak mudah dilakukan atau pengkriminalisasi terhadap warga negara. Prinsip tersebut akan menghasilkan keseimbangan yang akan membangun kualitas dan profesionalisme kerja penegak hukum yang lebih terukur dan menjamin hak dasar negara.
"Karenanya hak ektraktif yang tidak lain adalah kekebalan berupa izin pemeriksaan sesungguhnya adalah ancaman nyata akan hak dasar negara akan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta melanggar prinsip negara demokratis (pasal 1 dan 28D UUD 1945)," tegas dia.
Jika demikian, warga negara akan menjadi objek yang hanya bisa pasrah untuk menunggu nasib terhadap apapun cara yang dilakukan oleh negara yang kemudian berlindunga dibalik tameng atas nama penegak hukum.
Sekedar informasi UU kejaksaaan diajukan oleh terpidana 18 tahun penjara Antasari Azhar, Andi Syamsuddin Iskandar selaku adik kandung Nasrudin Zulkarnaen dan Ketua MAKI Boyamin Saiman.
Pemohon menganggap pasal 8 tersebut telah membedakan perlakuan warga negara dengan jaksa.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.