Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jenderal Djoko Susilo Dituntut 18 Tahun Penjara

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut 18 tahun penjara, dan pidana denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in  Jenderal Djoko Susilo Dituntut 18 Tahun Penjara
TRIBUN/DANY PERMANA
Terdakwa Irjen Pol Djoko Susilo (kanan depan) menjalani sidang lanjutan perkaranya, dengan agenda tuntutan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (20/8/2013). Dalam persidangan tersebut Jaksa Penuntut Umum membacakan berkas tuntutan setebal 900 halaman dari total 2930 halaman terhadap Djoko Susilo yang diduga terlibat korupsi pengadaan alat Simulator SIM di Korlantas Mabes Polri. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut 18 tahun penjara, dan pidana denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan, terhadap mantan Kepala Korlantas Polri, Inspektur Jenderal Djoko Susilo.

Jaksa menilai, Djoko terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek simulator SIM di Korlantas Polri tahun 2011 bersama-sama dengan Didik Purnomo, Budi Susanto dan Sukotjo Bambang. Sehingga mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp121,3 miliar, sebagaimana hasil penghitungan BPK RI.

"Meminta majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi untuk menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi," kata Jaksa Sri Pulung saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (20/8/2013).

Ole tim Jaksa Perbuatan terdakwa terbukti sebagaimana dalam dakwaan primair yakni melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No 31/1999 Jo Pasal 18 sebagaimana diubah UU No 20/2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sesuai fakta persidangan, kata Jaksa Sri Pulung, terdakwa selaku kuasa pengguna anggaran memerintahkan panitia lelang untuk menunjuk langsung PT Citra Mandiri Metalindo Abadi sebagai pelaksana proyek simulator SIM R2 dan R4 dengan nilai kontrak senilai Rp142,4 miliar.

Terdakwa juga melakukan penggelembungan harga perkiraan sendiri (HPS) simulator. Untuk R2 terdakwa bersama Budi Susanto menentukan harga per unit Rp80 juta. Namun untuk menghindari kecurigaan diluar Korlantas Polri, dibuat dengan angka Rp79.930.000, per unit.

Kemudian untuk simulator R4, terdakwa bersama Budi Susanto menentukan harga per unit sebesar Rp260 juta.

BERITA TERKAIT

"Dan untuk menghindari kecurigaan pihak di luar Korlantas Polri kemudian dibuat dengan angka Rp258.917.000, per unit," ujar Jaksa Sri Pulung.

Sementara, dalam mengerjakan proyek simulator, PT CMMA ternyata tidak mengerjakan sendiri, melainkan mensubkontrakan kepada PT Inovasi Teknologi Indonesia. PT CMMA membeli simulator R2 dengan harga per unitnya Rp42,8 juta. Sedangkan simulator R4 seharga Rp80 juta per unitnya.

Atas perbuatan terdakwa mendapat keuntungan dari proyek simulator SIM senilai Rp32 miliar. Uang tersebut diterima Djoko dari Direktur Utama PT CMMA Budi Susanto, karena telah membantu perusahaan tersebut sebagai pelaksana proyek simulator SIM.

Selain terbukti pada tindak pidana korupsi, jaksa KPK juga menyatakan terdakwa Djoko Susilo terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan cara menyamarkan, mengalihkan, mentransfer, membelanjakan atau merubah bentuk harta maupun aset yang patut diduga berasal dari tindak pidana.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-undang No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dan Pasal 3 ayat 1 huruf c UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Jo 55 ayat 1 kesatu jo pasal 65 ayat 1 KUHP.

Beberapa aset lanjut Jaksa tersebar di beberapa daerah diantaranya Jakarta, Depok, Bogor, Solo, Semarang, Yogyakarta, Subang dan Bali. Aset tersebut diperoleh terdakwa dalam kurun waktu 2010 sampai 2012, saat itu terdakwa masih menjabat sebagai Kakorlantas Polri dan Gubernur Akpol.

Terdakwa membeli aset berupa rumah, tanah, SPBU dan kendaraan bermotor dengan tidak menggunakan nama terdakwa sendiri, melainkan menggunakan nama istri kedua terdakwa Mahdiana, istri ketiga terdakwa Dipta Anindita, ayah Dipta, Djoko Waskito dan beberapa kerabat lainnya, dengan total aset mencapai Rp63,2 miliar.

"Patut diduga harta tersebut diperoleh dari tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan jabatannya," kata Jaksa Lucky Dwi Nugroho. Untuk diketahui, surat tuntutan Jaksa ini mencapai 2930 halaman.

Jaksa Lucky menambahkan, terdakwa diketahui tidak punya penghasilan tambahan dalam jumlah besar, dan hanya mengandalkan penghasilannya dari gaji sebagai anggota Polri. Sehingga tidak mungkin dapat memiliki harta dalam jumlah tersebut.

Dalam tuntutannya, Jaksa KPK mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Adapun yang memberatkan, perbuatan terdakwa dilakukan saat negara tengah aktif melakukan pemberantasan korupsi, terdakwa sebagai aparat penegak hukum telah menciderai lembaga kepolisian.

Terdakwa berbelit-belit di persidangan dan tidak menyesali perbuatannya, perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara yang cukup besar dan pelayanan simulator SIM di Korlantas Polri tidak berjalan. Sedangkan pertimbangan yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum dan sopan di persidangan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas