ICW: Harusnya Hakim Lihat Djoko Sebagai Penegak Hukum yang Justru Melanggar Hukum
Peneliti ICW, Tama S Langkun, menilai hukuman yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, terhadap terdakwa kasus
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Samuel Febriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti ICW, Tama S Langkun, menilai hukuman yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, terhadap terdakwa kasus tindak pidana korupsi pengadaan simulator SIM dan pencucian uang, Irjen Pol Djoko Susilo, yaitu 10 tahun penjara, terlalu ringan.
Seharusnya, beber Tama, Majelis Hakim mempertimbangkan status Djoko, sebagai aparat pengak hukum, yang seharusnya menegakan hukum bukannya melanggar hukum.
"Soal hukuman yang penting, kita harus kembali lagi pada prinsip, yang divonis adalah aparat penegak hukum, harusnya menjadi pertimbangan bagi hakim untuk menghukum, seharusnya lebih berat," ujarnya ketika berbincang-bincang kepada Tribunnews.com, Selasa (3/9/2013).
Selain itu menurutnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, yakin akan tuntutannya.
"Ketika kita melihat sikap jaksa untuk banding, maka saya lihat jaksa yakin dengan tuntutannya, jaksa sepertinya berharap hukumannya lebih tinggi," katanya.
Ia pun menyesali putusan Majelis Hukum yang menolak mengamini tuntutan jaksa KPK untuk menghapuskan hak politik Djoko.
"Apa yang dilakukan KPK adalah memaksimalkan yang dituangkan UU yang sekarang. Bagaimana negara ini jika dipimpin oleh orangorang yang pernah terlibat oleh tindak pidana korupsi," serunya.
Ia pun meminta KPK kedepannya tidak berhenti mendalami kasus Djoko, walaupun Jendral polisi berbintang dua itu telah dihukum.
"Yang menarik, soal pihak-pihak lain menerima dan diuntungkan perkara ini, ada personal dan korporasi, artinya potensi menerapkan tindak pencucian uang dan menikmati hasil kejahatan ini terbuka. Ini bisa jadi rekomendasi harus ditindaklanjuti oleh KPK," katanya.