DPR Terima Petisi Pembebasan Wilfrida Soik
Wakil Ketua DPR Pramono Anung menerima sejumlah tokoh, yang meminta pembebasan TKI asal NTT Wilfrida Soik.
Penulis: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Pramono Anung menerima sejumlah tokoh, yang meminta pembebasan TKI asal NTT Wilfrida Soik.
Mereka membawa petisi www.change.org/wilfrida, yang mendapatkan dukungan hampir 10 ribu warga Indonesia, Malaysia, dan negara lain.
"Dalam kondisi yang sangat sedikit waktunya, karena akhir September sudah menjadi putusan sela, maka apa yang disampaikan teman-teman Migrant Care (MC) dan lainnya, yang di mana petisinya berisi 10 ribu tanda tangan, maka kami kirimkan secara resmi ke pemerintah ke Mennakertrans dan Kemenlu," kata Pramono Anung di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (19/9/2013).
Pramono menuturkan, pihaknya siap memfasilitasi tuntutan pembebasan Wilfrida kepada Parlemen Malaysia.
"Tapi, jangan sampai berpikir kami mau mencampuri urusan mereka," ujarnya.
Politisi Senior PDIP meminta pengadilan memertimbangkan faktor kemanusiaan dalam memvonis Wilfrida.
Apalagi, Wilfrida ternyata belum cukup umur saat diberangkatkan, serta merupakan tulang punggung keluarga.
"Itu sangat menyedihkan dan menjadi beban bagi keluarga besarnya, jika ia dijatuhi hukuman itu. Ini karena emergency, apa yang kami lakukan, ya bisa dilakukan. Bagaimana Pemerintah Malaysia, ya tergantung pertimbangan mereka," tuturnya.
Perwakilan Petisi, Rieke Diah Pitaloka berharap, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendengar bahwa persoalan TKI tidak baik-baik saja.
"Banyak rakyatnya yang sedang menunggu hukuman mati, termasuk Wilfrida Soik yang tinggal 10 hari lagi putusan selanya," ucapnya.
Rieke menambahkan, petisi tersebut akan terus digulirkan, mengingat kasus-kasus vonis mati sedang dialami warga Indonesia.
Anggota Komisi IX berharap, SBY tidak sibuk mengurus konvensi yang sedang dijalankan Partai Demokrat. Namun, Rieke tetap menghargai pilihan politik tersebut.
"Kami terus menggulirkan petisi ini, dan mudah-mudahan pimpinan DPR juga didesak oleh seluruh rakyat Indonesia. Karena ini adalah tahun politik, jadi menurut saya ini bukan sekadar bagaimana kami bisa terpilih lagi," paparnya.
Sementara, Direktur Migrant Care Anis Hidayah menyatakan, persoalan yang dialami Wilfrida Soik sudah sangat genting. Sebab, putusan sela di pengadilan akan berlangsung pada 31 September 2013.
"Saya kira juga penting untuk mengevaluasi, apakah bantuan hukum yang diberikan selama ini sudah memadai atau belum, sehingga pemerintah bisa melakukan perbaikan dalam proses pemberian bantuan hukum untuk TKI yang terancam hukuman mati," tutur Anis.
Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Rohaniwan Benny Susetyo, dan Direktur Kampanye change.org Usman Hamid.
Wilfrida didakwa atas pembunuhan (melanggar pasal 302 Penal Code Kanun Keseksaan) Malaysia, dengan hukuman maksimal pidana mati.
Buruh migran ini belum genap berumur 17 tahun saat dikirim ke Malaysia. Ia menyatakan aksinya merupakan upaya pembelaan diri dari kekerasan majikan. Wilfrida kerap menerima amarah dan pukulan bertubi-tubi. (*)