MA Imbau Kasus Toilet DPR Tidak Jadi Patokan Menilai Calon
Mahkamah Agung (MA) mengimbau kepada semua pihak agar menahan diri dalam menanggapi peristiwa calon hakim agung
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengimbau kepada semua pihak agar menahan diri dalam menanggapi peristiwa calon hakim agung yang diberitakan diduga melakukan lobi kepada anggota Komisi III DPR RI di toilet DPR saat uji kepatutan dan kelayakan.
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung Agung, Ridwan Mansyur, mengatakan peristiwa di 'Toilet Remang' tersebut belum bisa dikatakan mewakili untuk memberikan label jahat kepada CHA tersebut.
"Melihat trackrecord seseorang jangan hanya melihat kondisi yang sesaat, kalo demikian saya khawatir orang akan yang setengah mati dia bekerja lalu kemudian satu setengah jam ada yang diduga sesuatu dan itu belum tebukti. Jadi alangkah ceteknya kita menilai perilaku seseorang kalau hanya melalui perbuatan tersebut yang belum dibuktikan. Apalagi kita ini kan negara hukum ya," ujar Ridwan kepada Wartawan di Mahkamah Agung, Jakarta, Jumat (20/9/2013).
Ridwan kembali mengingatkan agar pernyataan atau komentar-komentar dari orang menjadi acuan sebagai pembenaran dalam menilai CHA tersebut.
Ridwan beralasan bahwa calon tersebut sebenarnya sudah teruji karena sudah melewati serangkaian test yang cukup berat di Komisi Yudisial (KY). Misalnya test kesehatan, kemampuan berperkara, kemampuan hukum, dan tinjauan rekam jejaknya.
"Jadi jangan sampai ketika sudah jadi seolah-olah jabatan ini jadi permainan politik, artinya hanya pendapat dari beberapa politikus dan alangkah sayangnya rekrutmen yang kita sendiri susah mencari seorang hakim agung ini akhirnya sejarah mencatat kalo ada yang salah ngomong aja dikit udah langsung DO (drop out)," kata Ridwan.
Bekas Ketua Pengadilan Negeri Palembang itu juga menilai bahwa penglihatan jurnalis yang melihat peristiwa CHA dan anggota Komisi III di toilet tersebut bisa saja sekedar salaman.
"Itu kan hanya penglihatan kawan kita aja tapi kok menjadi pendapat yang sangat luas gitu. Kalau begini saya khawatir seleksi hakim agung ini jadi seperti seolah-olah ‘saya mendepak siapa’ gitu lho. Artinya kalo bahasa politik kan sah-sah saja yang artinya kalau tidak suka dengan seseorang atau pendapat ya tinggal gitu saja," kata Ridwan.