Persoalan Upah Buruh Jangan Jadi Alat Politik
Jangan sampai persoalan upah buruh dijadikan alat politik pihak tak bertanggung jawab.
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi buruh yang melakukan demo hampir di seluruh daerah hendaknya segera disikapi oleh pemerintah, pengusaha dan buruh untuk melakukan perundingan mencari solusinya.
"Jangan sampai persoalan upah buruh dijadikan alat politik pihak tak bertanggung jawab. Jangan sampai ini menjadi isu politik di daerah dan saling mengancam," kata Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan kepada wartawan di Jakarta, Jumat (1/11/2013).
Politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga mengharapkan pengusaha agar selektif untuk memenuhi kebutuhan minimal buruh yang tentunya menjadi cover atau perlindungan dari atas setiap tenaga kerja.
Sebelumnya Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengungkapkan apa yang dilakukan oleh Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KPSI) Said Iqbal erat dengan kepentingan politik. Ia pun memastikan, apabila masalah Kebutuhan Hidup Layak (KLH) selalu dipenuhi, maka tak akan ada habisnya.
"Dulu ada 48 item, sekarang 60 item, nanti kalau sudah dipenuhi 84 item, nanti 150 item, memang mau punya mau mobil semua," katanya yang mengaku tak habis pikir dengan tuntutan Ketua KSPI itu mengenai tambahan KLH untuk menetapkan Upah minimum provinsi (UMP) menjadi dari 60 item menjadi 84 item.
Sofjan mengatakan penetapan KHL hingga 60 item baru saja ditetapkan pada tahun lalu sebagai revisi KHL sebelumnya yang hanya 48 item. Ia pun memastikan pada waktu itu, Said Iqbal masuk dalam Dewan Pengupahan Nasional (DPN) dan menyetujui KHL sebanyak 60 item. Sehingga soal tuntutan buruh meminta KHL tambahan seperti uang pulsa, bedak, lipstik sudah berlebihan.
"Dia (Said Iqbal) ikut dewan pengupahan, dia di dewan pengupahan nasional, dia duduk di dewan pengupahan, di sana diputuskan hanya 60 item, dia setuju, saya nggak ngerti apa maunya," kata Sofjan.
Sofjan mendesak agar serikat buruh bersikap fair melihat kondisi perekonomian Indonesia saat ini. Dengan melemahnya nilai tukar rupiah dan kenaikan bahan bakar serta listrik berdampak pada kinerja keuangan perusahaan.
"Semua akan senang kalau upah tinggi. Kita mengerti tetapi lihat kondisi perusahaan mampu nggak kita bersaing. Belum lagi inflasi yang tinggi dan naik harga BBM," ujarnya.