Polisi Bantah Kecolongan Soal Perusakan Ruang SIdang Pleno MK
Apapun yang terjadi di dalam ruang sidang pleno MK, kepolisian tak boleh masuk kecuali atas izin majelis hakim.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews, Eri K Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolres Jakarta Pusat, Komisaris Besar Angesta Romano Yoyol membantah pihaknya kecolongan atas aksi anarkisme di ruang sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi dalam sidang putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Kepala Daerah Provinsi Maluku, Kamis (14/11/2013).
Yoyol mengatakan pihaknya tidak bisa masuk ke ruang sidang jika tidak mendapat perintah dari hakim.
"Tidak ada kecolongan. Kami ada di sini kok. Kalau kecolongan itu kami tidak tahu. Bahasa kecolongan itu bahasa tidak jelas. Polisi itu, apapun yang terjadi di dalam, polisi itu nggak boleh masuk kecuali perintah hakim," tegas Yoyol kepada wartawan di MK, Jakarta, Kamis (14/11/2013).
Aparat kepolisian, kata Yoyol, sebenarnya berada di MK saat sidang putusan tersebut berlangsung dan keributan bermula di dalam ruang sidang. Kepolisian tidak mengetahui asal-muasal keributan tersebut karena mereka tidak berada di dalam sidang.
"Di depan kan ada petugas. Di dalam itu kan ada orang sidang. Orang yang di dalam sidang itu ribut. Di sini tidak boleh ujug-ujug nangkap begitu kecuali hakim memerintahkan petugas masuk," terang Yoyol.
Diketahui, saat kejadian berlansung di depan juga berlangsung aksi unjuk rasa dari Tangerang yang mendesak Mahkamah Konstitusi segera memutuskan PHPU Kota Tangerang.
Dari rekaman kamera, polisi baru bertindak tegas setelah massa mengobrak-abrik tempat duduk pihak berperkara di luar ruang sidang pleno dan menyerbu sekaligus merusak properti MK. Setelah kejadian tersebut, jumlah aparat kepolisian bertambah kemudian melakukan penangkapan.
Menurut Yoyol, sesuai ketentuan, setiap hari mereka menerjunkan 50 personel bertugas di MK.