Pemalsuan Dokumen Bisa Perberat Hukuman Suganto Abo
Majelis hakim diharapkan menjatuhkan vonis penjara setimpal kepada terdakwa mantan Direktur Utama
Penulis: Danang Setiaji Prabowo
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim diharapkan menjatuhkan vonis penjara setimpal kepada terdakwa mantan Direktur Utama (Dirut) PT Kertas Blabak Suganto Abo.
Ali yang kini menjabat sebagai Dirut PT Kertas Blabak, melalui kuasa hukumnya Bob Hasan, juga berharap proses lelang aset PT Kertas Blabak pada 27 November 2013 ditunda.
Bob Hasan mengungkapkan pihaknya berharap Suganto dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara sesuai dengan ancaman dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Diketahui, Suganto didakwa melanggar Pasal 266 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara. JPU sendiri hanya menuntut terdakwa Suganto dengan empat tahun penjara.
Dia meyakini, majelis hakim akan menjatuhkan vonis maksimal kepada Suganto yang rencananya sidang pembacaan vonis akan dilakukan pekan depan, Senin (25/11/2013).
"Kesalahan Suganto ini sudah mutlak. Tak ada alasan untuk hakim untuk menyatakan tidak bersalah terhadap Suganto," kata Bob Hasan kepada wartawan, Jumat (22/11/2013).
Menurutnya Suganto bisa dikenakan hukuman maksimal atas perbuatannya memberi keterangan palsu dan pemalsuan dokumen. Karena perbuatan Suganto tersebut, kata Bob, perusahaan eks milik negara yang kini 100 persen kepemilikannya dikuasai investor asal singapura tersebut dirugikan bukan hanya dari sisi modal yang disetor.
"Namun juga kerugian yang timbul akibat aktifitas perusahaan yang sempat terhenti akibat sejumlah orang yang dibayar kubu terdakwa melakukan pendudukan perusahaan dan melarang ribuan karyawan pabrik kertas tersebut bekerja," paparnya.
"Akibat daripada perilakunya, maka PT kertas Blabak saat ini menjadi bulan-bulanan bahkan terancam dilelang barangnya ini," tambahnya.
Dikatakannya, pada Kamis 27 November 2013 nanti kurator sedianya akan melakukan pelelangan aset PT Kertas Blabak di Pengadilan Negeri Semarang. Oleh karena itu Bob meminta institusi terkait yang menyangkut proses pelelangan untuk dibatalkan.
"Saya sudah mengirim surat kepada Ketua Mahkamah Agung cq hakim muda perdata RI untuk minta perlindungan hukum dan penghentian pelelangan tersebut karena cacat hukum," tuturnya.
Adapun konflik ini bermula ketika PT Kertas Basuki Rahmat Indonesia menjual saham PT Kertas Blabak kepada PT Satya Mitra Mandiri sebesar 63.531 lembar saham. Saham tersebut kemudian dijual lagi ke PT SMM Group sebesar 31.767 lembar atau setara Rp 31, 767 miliar.
Selanjutnya, PT Satya Mitra Mandiri menjual seluruh sahamnya melalui Johan Vanda (Komisaris) kepada PT SMM Group sebanyak 6.351 lembar dan kepada PT SMM Internastional Investment 25.413 lembar.
Namun dalam proses jual beli ini tidak pernah terjadi pembayaran. Kasus ini masih dalam proses perdata dan telah diputuskan di Pengadilan Negeri (PN) Mungkid bahwa saham PT Satya Mandiri tetap 31.767 lembar. Kasus ini masih berlanjut ke tingkat banding.
Pada tahun 2010, PT Gretha Sastra Prima dan CV Putra Manunggal mengajukan permohonan pailit terhadap PT Pabrik Kertas Blabak Magelang karena tidak mampu membayar piutangnya. Oleh Pengadilan Niaga Semarang PT Pabrik Kertas Blabak akhirnya dinyatakan pailit.