Indra Piliang: Jokowi Orang Beringin yang Besar di Kandang Banteng
Orang boleh sepaham mengatakan Jokowi adalah anak kandung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Penulis: Y Gustaman
Editor: Widiyabuana Slay
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Orang boleh sepaham mengatakan Jokowi adalah anak kandung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Tapi tidak bagi Ketua DPP Partai Golkar, Indra Jaya Piliang, yang mengatakan Jokowi tidak betul-betul dari partai merah.
"Kalau saya lihat Jokowi, lebih banyak unsur beringinnya dari ideologi politik. Di mata saya Jokowi orang beringin yang besar di kandang banteng," ujar Indra dalam diskusi hasil survei Indikator Politik Indonesia di Cikini, Jakarta, Minggu (1/12/2013).
Ada alasan Indra mengatakan hal demikian. Menurutnya, secara garis politik Jokowi, mirip Golkar, misalnya untuk kasus buruh. Seandainya benar-benar seorang Marhaneis atau Soekarnois, pastilah berpihak pada upah buruh, tapi Jokowi tidak demikian.
Saat menangani demo buruh yang menuntut kenaikan upah, Jokowi cukup liberal. Pasalnya, ia berada dalam dilema apakah mengiyakan kepentingan pengusaha atau buruh. "Kalau Marhaenis ya mestinya dukung buruh, tapi Jokowi tidak," sambungnya.
Atas pertimbangan sikap politik di atas, Indra menilai bahasa politik Jokowi lebih banyak bahasa orang Golkar ketimbang bahasa seorang Marhaenis atau Soekarnois. Sehingga Indra menilai Jokowi bukan marhaenisme tulen.
Komentar Indra didasari pada kesimpulan hasil survei Indikator Politik Indonesia yang mengatakan ada kecenderungan masyarakat menggeser elite lama dan menuntut lahirnya elite baru kepemimpinan dengan memilih Jokowi sebagai calon presiden.
Diakui Indra, ketika masyarakat menginginkan muka baru dalam kepemimpinan nasional, partai kesulitan memberikan itu. Apalagi di saat yang sama, parpol juga dituntut melakukan fungsi yang benar, misalnya pendidikan politik, rekrutmen politik.
"Kalau kita melihat 'jujur' dan 'keberpihakan pada rakyat' dalam survei ini berarti jujur yang jarus membebaskan diri dari kepentingan partai. Artinya orang partai tidak lagi perlu berbicara sesuai aturan main partai, keputusan partai, dia harus berbicara sendiri saja. Seperti Jokowi sama Ahok," terangnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menjelaskan, keunggulan Jokowi sebagai capres jauh di atas capres senior seperti Prabowo Subianto, Megawati Soekarnoputri, Aburizal Bakrie dan lainnya menunjukkan fenomena baru.
"Mereka yang umumnya memilih Jokowi, mengindikasikan bahwa pemilih pada umumnya sudah tidak percaya pada elite politik lama dan menginginkan elite baru," ujar Burhanuddin.
Masyarakat pemilih nasional pada umumnya juga mendambakan presiden yang bisa dipercaya atau jujur. Berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia, Jokowi teratas untuk hal ini. Misalnya, jika simulasi capres diikuti empat orang, Jokowi mendapat 52 persen untuk kejujuran dan 43 persen untuk perhatian pada rakyat.
Bahkan, lanjut Burhanuddin, saat ini pemilih yang mendambakan pemimpin nasional yang bisa dipercaya atau jujur, cenderung tidak memilih elite politik lama yang dibicarakan akan maju sebagai capres 2014 seperti Megawati, Prabowo atau Aburizal.
"Perlunya pergantian elite lama dengan elite baru, dan mendesaknya elite yang lebih bisa dipercaya adalah pesan jelas rakyat kepada elite politik di negeri ini. Rakyat secara nasional sudah tak percaya pada elite lama dan berupaya melahirkan elite baru," jelasnya, lebih lanjut.
Apa yang disampaikan Burhanuddin adalah potret hasil survei Indikator Politik Indonesia terhadap kualitas utama pemimpin yang diambil dari 1.200 responden di 34 provinsi lewat wawancara tatap muka lapangan sepanjang 10 sampai 20 Oktober 2013.