KPK Temukan Dokumen PT Pantai Aan di Rumah Bambang Soeharto
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah Ketua Dewan Penasihat Partai Hanura
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUN, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah Ketua Dewan Penasihat Partai Hanura sekaligus pemilik PT Pantai Aan, Bambang Wiratmadji Soeharto, terkait penyidikan kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara tanah, yang melibatkan anak buahnya di PT Pantai Aan, Lucyta Anie Razak, kepada Kepala Kejaksaan Negeri Praya, NTB, Subri.
Tak hanya mencegah, penyidik KPK juga menggeledah rumah petinggi Partai Hanura itu di Jalan Intan No 8 Cilandak, Jakarta Selatan pada Selasa (17/12/2013) pukul 19.00 hingga 24.00 WIB.
Dari penggeledahan malam itu, penyidik KPK menemukan dan menyita sejumlah dokumen. "Sejumlah dokumen disita oleh penyidik," kata juru bicara KPK, Johan Budi, Rabu (19/12/2013).
Johan belum bisa menyampaikan dokumen apa saja yang ditemukan di rumah petinggi Partai Hanura itu.
Namun, informasi yang dihimpun Tribunnews.com, dokumen-dokumen yang ditemukan, di antaranya dokumen berkaitan PT Pantai Aan dan salinan sertifikat tanah. "Dokumen berkaitan dengan PT Pantai AAN dan copy sertifikat tanah," ujar sumber yang enggan disebutkan namanya.
Belum diketahui ada tidaknya peran Bambang Soeharto dalam kasus suap antara Lucyta dan Subri terkait pengurusan perkara tanah yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Praya ini.
Yang jelas, Bambang Soeharto menjadi atasan Lucyta di PT Pantai Aan. Dia adalah pemilik sekaligus Direktur Utama di PT Pantai Aan yang tengah mempunyai sengketa lahan garapan di Desa Solong Belanak, Lombok Tengah, dengan pengusaha Sugiharta atau Along.
Di lahan itu, Bambang berencana membangun hotel bintang dua mulai Juni 2012. Namun, rencana itu terhambat karena masalah tumpang tindih kepemilikan tanah dengan Along.
Bambang balik menuduh Along memalsukan sertifikat tanahnya sehingga ia mengadukan ke Kejari Praya.
Belum jatuh vonis perkara itu di persidangan, justru anak buah Bambang, Lucyta, dan Kepala Kajari Praya, Subri, ditangkap penyidik KPK dengan barang bukti uang Rp 213 juta dalam bentuk Rupiah dan Dolar AS di sebuah hotel kawasan Senggigi, Lombok, NTB, pada Minggu (15/12/2013).
Uang itu diduga pemberian lanjutan untuk Subri dalam rangka pemulusan perkara sengketa tanah yang ditangani Kejari Praya di pengadilan.