KPK Tetap Tak Izinkan Hambit Keluar Rutan untuk Dilantik
KPK menolak permohonan Kemendagri membawa Hambit Bintih sebagai Bupati Gunung Mas terpilih untuk dilantik
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak permohonan Kementerian Dalam Negeri dan DPRD Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah membawa Hambit Bintih sebagai Bupati Gunung Mas terpilih untuk dilantik di Aula Kemendagri, Jakarta Pusat.
KPK tegas tidak memberikan izin untuk Hambit keluar Rumah Tahanan (Rutan).
"Sore ini suratnya kami kirim ke DPRD bahwa kami menolak dan tidak memberikan izin untuk tersangka HB (Hambit Bintih) dibawa keluar Rutan," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, Jumat (27/12/2013).
Bambang menjelaskan, dua surat permohonan pelantikan Hambit Bintih sebagai bupati diterima KPK pada 11 Desember 2013 dari Direktorat Jenderal Otonomi Daerah dengan tembusan Menteri Dalam Negeri. Surat kedua diterima pada 17 Desember 2013 dari DPRD Gunung Mas yang intinya meminta ijin pelantikan Hambit Bintih di Aula Kemendagri pada 31 Desember 2013 pukul 10.00 WIB.
Atas dasar permohonan itu, KPK lanjut Bambang menolak dan tidak memberikan izin untuk Hambit keluar Rutan.
Alasannya, pertama Hambit Bintih adalah calon kepala daerah, ketika menjadi seseorang calon maka harus ada pengesahan dan pelantikan untuk menjadi kepala daerah. Berdasarkan kasus yang ditangani KPK bahwa Hambit Bintih adalah tersangka penyuapan kasus sengketa Pilkada yang dibawa ke MK.
Kedua, bila seorang calon kepala daerah dilantik maka harus membaca sumpah. Dalam sumpah itu dalam Undang-undang nomor 12 tahun 2008 atas perubahan UU nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, ada ketentuan yang bunyinya 'Saya sebagai kepala daerah akan melaksana Undang-undang selurus-lurusnya'.
"Berdasarkan itu dia sudah tidak layak untuk dilantik. Bagaimana mungkin dia melakukan peraturan Undang-undang selurus-lurusnya itu sudah tidak mungkin lagi," ujarnya.
Menurutnya, bila Hambit Bintih tetap dilantik maka, akan menjadi penyelenggara negara yang berhak memperoleh gaji dan tunjangan. Kendati sudah dibayar dengan uang negara, pemerintahan Hambit tidak efektif dan menimbulkan ketidakpercayaan publik karena seorang kepala daerah tersangka korupsi.
"Dalam kapasitasnya sebagai tersangka ada banyak hambatan yang dia tidak bisa melakukan kewajiban hukumnya," kata Bambang.
Selain itu, KPK juga memiliki pengalaman saat Jefferson Rumanjar dilantik menjadi Wali Kota Tomohon, padahal sudah menjadi tersangka korupsi dan sudah ditahan. Setelah dilantik ia justru bisa menempatkan orang-orang tertentu sebagai representasi calon tersebut dan terbukti Jefferson kembali melakukan korupsi.
"Orang harus belajar, butuh pengalaman dan ketegasan, justru dari situ orang tidak akan melakukan kesalahan," imbuhnya.