Tak Beri Izin Lantik Hambit Bintih, KPK Langgar Konstitusi
Pro dan kontra terhadap rencana pelantikan Bupati/Wakil Bupati Gunung Mas Provinsi Kalimantan tengah (Kalteng) Hambit Bintih
Penulis: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pro dan kontra terhadap rencana pelantikan Bupati/Wakil Bupati Gunung Mas Provinsi Kalimantan tengah (Kalteng) Hambit Bintih dan Arton S Dohong membuat kuasa hukum sang calon bupati, Muhamad Zainal Arifin SH angkat bicara.
Kuasa Hukum Hambit Bintih dan Arton S Dohong dalam Perkara MK No.121 dan 122/PHPU.D-XI/2013, Muhamad Zainal Arifin SH mengungkapkan, suka atau tidak suka Hambit Bintih dan Arton S Dohong (Pasangan HAMIAR) merupakan Bupati dan Wakil Bupati Terpilih dalam Pemilukada Gunung Mas Tahun 2013.
Berdasarkan perhitungan KPU, Hambit Bintih dan Arton S Dohong menang mutlak dengan perolehan 30.084 suara atau 50,96 persen. Hasil Pemilukada tersebut juga telah diuji oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan tetap menyatakan pasangan HAMIAR sebagai pemenang.
Meskipun terjadi dugaan tindak pidana suap yang melibatkan Hambit Bintih dan mantan Ketua MK Akil Mochtar, Putusan MK No. 122/PHPU.D-XI/2013 menegaskan bahwa ranah pidana suap merupakan ranah tersendiri dan MK tetap menyatakan Pasangan Hambit Bintih dan Arton S Dohong sebagai pemenang Pemilukada Gunung Mas. Di dalam putusannya, MK tidak pernah mendiskualifikasi Pasangan HAMIAR.
Di dalam pertimbangan Putusan MK No.122/PHPU.D-XI/2013 secara tegas menyatakan:
"Menimbang bahwa berkaitan dengan adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Calon Bupati, Hambit Bintih, dari Pasangan Calon Nomor Urut 2 (Pihak Terkait) yang sekarang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mahkamah berpendapat sebagai berikut:
• Bahwa meskipun kasus tersebut telah berpengaruh pada citra dan wibawa Mahkamah Konstitusi, namun kasus tersebut merupakan ranah hukum pidana, Mahkamah tidak berwenang untuk menilainya;
• Bahwa Putusan Mahkamah dalam Perkara a quo tidak menghalangi kelanjutan proses pidana. Apabila tindakan pidana yang disangkakan kepada Calon Bupati, Hambit Bintih, dari Pasangan Calon Nomor Urut 2 (Pihak Terkait) tersebut telah diputus oleh pengadilan dan putusannya telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka ketentuan yang terdapat pada UU Pemda, dapat diterapkan sebagaimana mestinya.
"Menurut Pasal 111 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 maupun perubahannya memberikan wewenang kepada Gubernur untuk melantik Hambit Bintih selaku Bupati Terpilih meskipun statusnya sebagai tersangka, mengingat masa jabatan Bupati Gunung Mas berakhir pada tanggal 31 Desember 2013. Tidak ada satu pun pasal-pasal yang melarang seorang tersangka untuk dilantik menjadi Bupati," jelas kuasa hukum Hambit Bintih dan Arton S Dohong, Muhamad Zainal Arifin SH dalam keterangannya kepada Tribunnews, Sabtu (28/12/2013).
Zainal Arifin mengatakan, KPK dan beberapa pengamat berpendapat bahwa Hambit Bintih tidak perlu dilantik karena menabrak etika moral dan semangat pemberantasan korupsi. Beberapa pengamat menyarankan bahwa hanya Arton S Dohong yang bisa dilantik dengan mengacu pada ketentuan Pasal 108 ayat (3) UU Pemda yang menyatakan "Dalam hal calon kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon wakil kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah".
"Padahal definisi 'berhalangan tetap' diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) huruf b UU Pemda adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental yang tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya. Kriteria berhalangan tetap tidak dipenuhi oleh Hambit Bintih karena tidak sedang sakit atau sedang hilang atau meninggal dunia," jelas Zainal Arifin.
Menurut Zainal, tindakan Pimpinan KPK yang tidak mengizinkan Hambit Bintih untuk dilantik merupakan bentuk pelanggaran terhadap konstitusi dan UU Pemda. Padahal di awal menjabat sebagai Pimpinan KPK wajib mengucapkan sumpah/janji "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi negara Republik Indonesia".
"Namun nyatanya, Pimpinan KPK telah melanggar UUD 1945 dan UU dengan menolak memberikan Izin kepada Hambit Bintih untuk dilantik," ujar Zainal.
Hal ini tentu saja telah mengabaikan hak konstitusional tidak saja hak konstitusional Hambit Bintih selaku Bupati Terpilih, tetapi juga masyarakat Kabupaten Gunung Mas yang telah memilih pasangan Hambit Bintih dan Arton S Dohong selaku bupati dan Wakil Bupati Gunung Mas.
Tindakan KPK ini melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan "Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis". Keabsahan hasil Pemilukada Gunung Mas sudah diuji di MK.
"Tidak diberikan izin Hambit Bintih untuk mengikuti proses pelantikan merupakan pelecehan terhadap UUD 1945 dan UU No. 32 Tahun 2004. Pelantikan terhadap Hambit Bintih dan Arton S Dohong merupakan keharusan untuk mencegah terjadinya kekosongan pemerintahan dan bukan soal anti terhadap pemberantasan korupsi. Kita semua anti terhadap korupsi, tetapi tidak seharusnya membutakan kita dengan menabrak konstitusi dan UU yang sudah ditetapkan," ujar Zainal.