KPK Terus Menggali Keterangan soal Pembangunan Gedung Baru DPR
penyidik menelisik keterangan dari kliennya soal masalah grand design gedung dan sejumlah permintaan uang dari anggota DPR ke PT Adhi Karya
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggali keterangan dugaan suap dalam proses pembangunan gedung baru DPR. Karena itu, penyidik memeriksa mantan Direktur Operasional I PT Adhi Karya, Teuku Bagus Muhammad Noor, Rabu (15/1/2014).
"Tadi pemeriksaan memang terkait Gedung DPR," kata pengacara Teuku Bagus, Haryo Wibowo usai menemai kliennya menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Rabu sore.
Menurut Haryo, penyidik menelisik keterangan dari kliennya soal masalah grand design gedung dan sejumlah permintaan uang dari anggota DPR.
"Tadi memang kelihatan sekali di DPR itu, PT Adhi Karya dimintai uang," kata Haryo.
Soal "duit suap" tersebut, kata Haryo, ada sejumlah nama anggota dewan yang menerima fee melalui mantan Manager Pemasaran PT Adhi Karya, Muhammad Arief Taufiqurrahman. Namun, dia mengaku lupa siapa saja yang menerima duit tersebut.
"Ada beberapa nama, tapi saya lupa. Itu yang minta Arief itu dan terekam dalam bon sementara," ujarnya.
PT Adhi Karya sendiri diketahui masuk dalam lelang pembangunan proyek, saat proyek akan berjalan. Saat itu, kata Haryo, permintaan uang dari anggota DPR kembali bermunculan.
Adhi Karya kemudian memberikan uang kepada Arief, lantaran Arief diketahui mengenal lapangan. "Lalu memberikan laporan kepada Pak Bagus," imbuhnya.
Setelah uang diberikan secara bertahap, kata Haryo, Teuku Bagus kemudian dipanggil Ketua DPR Marzuki Alie. Saat itu, Marzuki meminta PT Adhi Karya buat mundur dari proyek. Namun, lantaran duit sudah disetor ke sejumlah anggota DPR, Haryo menyebut, kliennya tak mau mundur.
"Karena sudah ada yang keluar itu tadi," ujarnya.
Haryo pun menyebut, alasan Marzuki meminta PT Adhi Karya mundur lantaran perusahaan konstruksi pelat merah itu tak bisa diatur.
"Karena tidak bisa diatur. Jadi biar PT PP (Pembangunan Perumahan) yang mengerjakan proses lelang itu," imbuhnya.