Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPU Gunung Mas Tidak Boleh Pinjam Uang ke Pihak Berperkara

Refly Harun, menyatakan langkah KPU Gunung Mas meminjam uang Rp 1 miliar kepada Hambit Bintih, tidak boleh dan melanggar aturan.

Penulis: Y Gustaman
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in KPU Gunung Mas Tidak Boleh Pinjam Uang ke Pihak Berperkara
Tribunnews/HERUDIN
Bupati Gunung Mas, Hambit Bintih 

TRIBUN, JAKARTA - Pengamat Hukum Tata Negara, Refly Harun, menyatakan langkah KPU Gunung Mas meminjam uang Rp 1 miliar kepada Hambit Bintih, untuk biaya pembayaran tiga pengacara dalam sengketa di Mahkamah Konstitusi tidak boleh dan melanggar aturan.

Refly mengingatkan, dalam sengketa pilkada Gunung Mas di MK, KPU Gunung mas selaku termohon, dan Hambit-Anton sebagai pihak terkait. KPU Gunung Mas digugat dua pasangan lainnya karena menetapkan Hambit-Anton sebagai pemenang.

Dalam sidang terdakwa Hambit, Sekretaris KPU Gunung Mas, Rudji, mengaku atas inisiatif pribadi meminjam Rp 1 miliar kepada Hambit. Uang ini untuk membayar tiga pengacara yang akan membela KPU Gunung Mas sebagai termohon di MK.

"Saya katakan tidak. Saya tidak bisa mengatakan ini boleh atau tidak. Kalau tegasnya ini pasti tidak boleh," kata Refly kepada wartawan saat menghadiri persidangan Bintih di Pengadilan Tindak Pidama Korupsi Jakarta, Kamis (16/1/2014).

Refly menjelaskan langkah Rudji ini sangat aneh. Secara struktral, KPU Gunung Mas berada di bawah KPU pusat. Jika ada masalah bisa dikonsultasikan ke KPU pusat, salah satunya soal tidak adanya anggaran menyewa pengacara dalam sengketa pilkada di MK.

Keanehan lainnya, sambung Refly, kenapa Rudji bergerak sendiri dalam hal ini. Seharusnya, menyangkut kebijakan institusi harus melibatkan komisioner KPU Gunung Mas, utamanya soal pinjaman Rp 1 miliar. Itupun harus rapat pleno.

"Kalau misalnya dana Rp 1 miliar ini dalam bentuk hibah, maka ada konflik kepentingan. Karena bupati (Hambit) yang memberikan hibah ini sebagai salah satu pihak berperkara," jelas Refly.

Berita Rekomendasi

Ia menyadari, berdasar pengalamannya mengamati sengketa pilkada di MK selama ini, KPU daerah memang sangat bergantung kepada pemenang. Apalagi dia itu seorang incumbent. Dia punya banyak uang seperti bayar pengacara, mendatangkan saksi.

Sementara itu, lanjut Refly, KPU Provinsi/Kabupaten/Kota untuk hal-hal yang sifatnya advokasi dan untuk menghadirkan saksi-saksi memiliki keterbatasan dana. Sementara keputusan KPU sangat rawan untuk digugat.

"Biaya lawyer segitu normal tapi tergantung dengan negosiasinya. Bisa lebih besar dari itu bisa juga kurang. Memang enggaj ada patokannya. Tapi yang perlu dicek itu ada apa enggak kongkalingkong di situ," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas