SBY Cerita Rombongannya Dibuntuti Teroris di Bandung
Awalnya SBY mengaku tidak nyaman dengan kehidupan baru itu tetapi lama-lama setelah dipahami terkait keamanan
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Cerita mengenai suka duka menjadi Presiden selama kurun waktu kurang lebih 9 tahun lamanya dituliskan secara gamblang oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam bukunya berjudul "Selalu Ada Pilihan". Buku setebal 824 halaman ini baru saja diluncurkan di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta Selatan, Jumat (17/1/2014), malam dan dihadiri sekitar seribu orang dari berbagai kalangan.
Banyak cerita menarik diulas dengan baik dalam buku yang ditulis langsung oleh SBY. Misalnya tulisan di halaman 104 berjudul "Kehidupan Baru Yang Sangat Berbeda dan Bulan Madu Yang Cepat Berakhir".
Disitu SBY menulis kehidupan baru yang harus dilalui sejak menjabat Presiden tahun 2004 lalu. Kehidupan yang benar-benar berbeda sebelum dia menjadi Presiden. Misalnya soal aktivitasnya sehari-hari yang dibatasi harus sesuai aturan protokoler Kepresidenan RI. Dia dan istrinya Ny Ani Yudhoyono mencontohkan dulu sebelum menjabat Presiden bebas berpergian kemanapun dan kapanpun.
Sebelumnya bisa makan dimanapun dan makan sesuai kesukaan entah diwarung atau restoran manapun. Sebelum jadi Presiden bisa bertemu teman dan menerima tamu manapun kapan saja dan dimana saja. Setelah menjadi Presiden, SBY mengatakan kehidupan sehari-harinya benar-benar berubah. 'Saya merasa kehilangan kehidupan yang rileks," kata SBY.
Awalnya SBY mengaku tidak nyaman dengan kehidupan baru itu tetapi lama-lama setelah dipahami terkait keamanan dan keselamatan seorang Presiden barulah SBY paham.
Bahwa Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) dan Protokoler Istana Kepresidenan memperlakukannya seperti itu tentu untuk melindunginya dan tugas serta kewajiban dari Paspampres yang diamanatkan UU.
SBY dan istrinya mengaku sering protes kepada Paspampres soal pengamanan yang begitu ketat. Termasuk ketika iring-iringan mobil Presiden yang kerap memacetkan jalan raya terutama di Ibukota Jakarta. Memang, kata SBY, beberapa kali juga jalanan ditutup ketika dia berkunjung kedaerah. Tetapi itu, kata SBY, bisa dihitung jari. SBY masih ingat penutupan jalan harus dilakukan ketika dia berkunjung ke Bandung Jawa Barat.
SBY tidak menjelaskan kapan waktunya namun saat itu penutupan jalan harus dilakukan karena laporan intelijen menyebut rombongannya sedang dibuntuti para teroris di sekitar kota Bandung.
"Oleh karena itu baik di tempat saya bermalam, maupun di beberapa rute jalan yang saya lalui terasa lebih ketat pengamanannya. Saya bisa memahami bahwa memang perkiraan ancaman terhadap keselamatan saya waktu itu sedang tinggi," kata SBY.
Dalam bukunya SBY menulis bagaimana dia harus mencegah kemacetan jalur jalan raya yang harus dilalui dengan terpaksa bangun subuh saat jalanan masih sepi. Terutama rute rumahnya di Cikeas ke Istana Presiden di Jakarta atau Istana Presiden di Cipanas. Mengenai suka-duka sebagai Presiden ini masih banyak yang diulas dalam buku ini.