Apakah Pemilu Aman dari Ancaman Teroris?
terorisme dikatagorikan sebagai ‘irregular warfare’ atau sebuah perang yang tidak mengikuti pola aturan yang baku.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bangsa Indonesia akan menggelar perhelatan pemilu legislatif pada bulan April depan. Salah satu pertanyaan yang sering muncul di kepala publik adalah, akankah pemilu kali ini aman dari ancaman teroris?
Terkait pertanyaan itu, Tribunnews.com, mencoba memberikan jawaban melalui Noor Huda Ismail, Pengamat Terorisme dan Intelijen.
Noor Huda katakan, patut disadari bersama bahwa tidak ada negara manapun di dunia ini yang dapat menjamin 100 % negara mereka aman terhadap serangan teroris. Bom Boston tahun lalu menunjukkan negara adidaya sekaliber Amerika saja masih kebobolan.
Oleh karena itu, dalam kajian ‘strategic studies’, terorisme dikatagorikan sebagai ‘irregular warfare’ atau sebuah perang yang tidak mengikuti pola aturan yang baku.
Namun, menurut Executive Director Yayasan Prasasti Perdamaian (Institute For International Peace Building) ini, jika melihat pola gerakan dan sasaran jaringan teroris di Indonesia dalam 10 tahun terakhir ini, maka tidak akan melihat adanya satupun serangan terorisme terhadap dua kali pemilu yaitu tahun 2004 dan 2009.
Dijelaskan, hal ini karena kaum ini tidaklah tertarik pada pesta demokrasi atau bahkan menolak sistem ini sebagai bagian dari produk Barat yang harus ditolak mentah-mentah. Sehingga mereka tidak hanya menolak parpol-parpol nasionalis atau sekuler namun juga parpol-parpol Islam. Mereke getol berkampanye “Syariah Yes, Partai Islam No”.
"Oleh karena itu yang kemungkinan akan terjadi adalah mereka ini memanfaatkan kelengahan aparat dalam menjaga keamanan pemilu untuk menata jaringan dan sumber daya yang ada seperti pada pemilu 2004 yang memunculkan bom Bali yang kedua pada tahun 2005 dan pemilu 2009 yang memungkinkan terjadinya bom Marriot yang kedua pula pada tahun 2009," ungkap Noor Huda, Sabtu (8/2/2014).
Lebih lanjut dia jelaskan, pada tahun 2009-lah sebagai penanda terjadinya pergeseran sasaran sementara dari menyerang kepentingan Barat (far enemy). Seperti kedutaan, hotel dan bar, maka diaspora jaringan teror ini sementara menyerang aparat (near enemy), utamanya polisi dengan mengambil senjata mereka. Pada saat yang sama, bisa dilihat pula maraknya varian baru kelompok teror yang tidak terbayangkan sebelumnya seperti kelompok bom buku, bom Vihara dan lainnya.
Mengikuti pola ini, dia tegaskan, maka yang kemungkinan terjadi adalah teroris akan menyerang aparat yang sedang lengah menjaga pemilu. "Namun bukan menganggu prosesi pemilu itu sendiri," tegasnya.
Menurutnya, dalam penyerangan ini mungkin akan diikuti dengan pengambilan senjata aparat untuk digunakan kembali oleh mereka dalam rangka ‘I’dad’ atau ‘pelatihan militer’. Dan pola inilah yang sekarang dimainkan oleh Santoso alias Abu Wardah melalui jaringan MIB, Mujahidin Indonesia Barat dan MIT, Mujahidin Indonesia Timur.
Apakah mungkin kelompok teror ini ditunganggi oleh kepentingan politik?
Jawabannya, kata dia, tentu saja sangat mungkin karena isu terorisme ini sangatlah sarat muatan politisnya. Sehingga tidak heran penanganan isu terorisme ini telah menciptakan ketegangan tersendiri antara aparat yaitu pihak polisi, militer dan inteljen.
"Siapapun mampu memainkan isu panas ini, maka mereka akan ‘moncer’ pamornya di mata sang penguasa dan rakyat," ujarnya.
Kata dia pula, bukti sejarah keterlibatan aparat keamanan dalam jaringan teror ini terbaca dalam isu ‘komando jihad’ pada tahun 1980an di mana inteljen pada waktu itu menghidupkan kembali jaringan Darul Islam yang sudah mati suri untuk kembali bangkit dengan menghempuskan isu bahwa komunisme akan bangkit kembali dan Soeharto dalam pengaruh kaum non muslim. Maka munculah kelompok jadian-jadian yang diteroriskan oleh negara. Padahal mereka itu adalah mainan negara juga.
Nah jenis pola penyusupan seperti inilah yang perlu kita waspadai bersama karena bukan tidak mungkin para petinggi keamanan negara ini masih tergiur untuk memainkan pola lama yang seharusnya sudah ditinggalkan jauh-jauh.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.