Pengamat: Perppu Ditolak MK Karena SBY, Kalau Jokowi Diterima
Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun menyesalkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan Perppu MK
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun menyesalkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan Perppu MK. Akhirnya keputusan itu menyebabkan tidak adanya pengawasan dan rekruitmen MK.
"Perlu lembaga agar hakim konstitusi tidak terjerembab," kata Refli di Galeri Cafe, Jakarta, Minggu (16/2/2014).
Refly menduga Perppu itu ditolak MK sebab dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Coba ICW atau KPK pasti diterima. Ini karena perppunya dikeluarkan SBY, coba Jokowi diterima, perdebatan sudah selesai," kata Refly.
Menurutnya, keputusan MK tersebut mencederai hukum sebab perppu tersebut sudah melalui proses sesuai konstitusi.
"Ini terjadi perselingkuhan, antara pemohon dengan MK dan MK dengan parpol," ujarnya.
Padahal, kata Refly, substansi dari Perppu tersebut bertujuan baik. Dimana hakim harus pensiun dari parpol selama tujuh tahun sehingga persyaratan negarawan terpenuhi.
"Nafsu dunia sudah tidak ada. Dia wakil tuhan di dunia. Ada yang gagal di kampanye dipecat jadi Menkumham terus jadi hakim konstitusi, sebagai orang belum paripurna," kata Refly.
Refly mengingatkan bahayanya MK bila pemilihan hakim tidak melalui penyaringan yang ketat. Maka dapat terjadi hakim MK dikuasai partai politik.
"Bila PDIP menang, 50 persen di parleman, maka tiga hakim MK dari PDIP, lalu Jokowi jadi presiden dan memilih hakim dari PDIP, maka jadi enam hakim MK dari parpol," kata Refly mencontohkan.