Dipo Bantah Indonesia Kalah Hadapi Gugatan Churchill Mining
Dipo Alam membantah pemerintah Indonesia kalah menghadapi gugatan Churchill Mining Plc sehingga harus bayar Rp 20 Triliun
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam membantah pemerintah Indonesia kalah menghadapi gugatan Churchill Mining Plc sehingga harus membayar ganti rugi 2 miliar dolar AS (lebih dari Rp 20 triliun) terkait keputusan arbitrase Tribunal International Center for Settlement and Investment Dispute (ICSID), yang mengalahkan pemerintah Indonesia.
“Indonesia tidak kalah dalam arbitrase itu," tegas Dipo Alam seperti dikutip dari laman Seskab, Jumat (28/2/2014).
Dijelaskannya, arbitrer hanya menolak keberatan Pemerintah Indonesia yang berpendapat bahwa tribunal arbitrase hanya dapat dibentuk dengan persetujuan tertulis Pemerintah Indonesia.
Sebagaimana diketahui ICSID telah menolak keberatan atau juridictional challenges Indonesia dalam sengketa izin tambang dengan Churchill Minings Plc. Keputusan tersebut dikeluarkan oleh tribunal yang terdiri dari Gabrielle Kaufmann-Kohler sebagai president, Michael Hwang S.C dan Albert Jan van den Berg sebagai arbitor.
Kasus ini bermula dari terjadinya tumpang tindih izin pertambangan batubara di Indonesia. Pemerintah menilai Churchill Mining berupaya melakukan penambangan di Indonesia secara tidak sah dengan mengakuisisi perusahaan lokal (Ridlatama Group) secara diam-diam.
Atas keputusan pemerintah itu, Churchill Mining Plc mengajukan gugatan ke ICSID pada 22 Mei. Lalu, pada 30 Mei 2012 silam, ICSID telah mengirim pemberitahuan kepada pihak pihak tergugat, yaitu Presiden Indonesia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Kehutanan, Menteri Luar Negeri, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Bupati Kutai Timur.
Dalam gugatannya, Churchill menuntut ganti rugi sebesar 2 miliar dollar AS kepada pemerintah Indonesia. Lebih lanjut Dipo katakan, berdasarkan hukum Indonesia akuisisi diam-diam yang dilakukan Churchill Mining terhadap Ridlatama dilarang.
“Sangat mungkin Churchill berusaha mendapatkan kekayaan bumi Indonesia secara gratis dengan menghindari kewajiban-kewajiban yang ada termasuk pajak dan royalty,” ungkap Dipo.
Namun menurut Dipo, putusan arbitrase ICSID itu merupakan hal yang lazim pada awal persidangan, di mana para pihak keberatan atas kewenangan pengadilan dalam mengadili sengketa mereka.
“Atas keberatan itu hakim memutuskan bahwa pengadilan yang bersangkutan berwenang memeriksa atau tidak atas masalah yang disengketakan,” ungkapnya.
Lebih jauh Dipo Alam menjelaskan proses selanjutnya adalah memeriksa pokok sengketa dengan memeriksa bukti-bukti dan mendengar pendapat para ahli.
Jadi, sekali lagi dia tegaskan, sama sekali belum ada kalah menang dalam sengketa tersebut. Apalagi harus membayar sejumlah uang kepada pihak Churchill. "Jalan menuju putusan masih panjang. Akan banyak terjadi debat dalam persidangan arbitrase itu sebelum sampai pada putusan,” tandasnya.
Dipo juga mengatakan pemerintah akan mempersiapkan pembelaan sebaik-baiknya untuk membuktikan bahwa Indonesia di pihak yang benar. Sekaligus berupaya memenangkan sengketa tersebut.
“Indonesia meyakini bahwa Churchill Mining telah melakukan cara-cara berbisnis yang tidak taat hukum dan taat etis,” katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.