Polri Soal Kasus Video Porno Online: Penyedia Jasa Internet Jangan Pentingkan Bisnis Saja
Untuk memperketat akses internet, setiap orang yang menggunakan internet bisa diketahui identitasnya supaya tidak ada identitas palsu.
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus bisnis video porno online yang dilakukan Deden Martakusuma (28) menjadi sebuah peringatan bagi semuanya bahwa dalam internet masih banyak hal-hal yang bisa merusak moral bangsa.
Untuk itu kepolisian akan berkirim surat kepada Kementrian Komunikasi dan Informatika serta asosiasi penyedia jasa internet meminta untuk lebih meningkatkan kontrol dan pengawasan.
"Dengan adanya kasus ini kita akan mengingatkan untuk meningkatkan pengawasan. Sejauh ini kerjasama kami dengan kominfo dan penyedia jasa internet sudah berjalan dengan baik," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (28/2/2014).
Dikatakannya penting bagaimana saat ini untuk memperketat akses internet dengan setiap orang yang menggunakan internet bisa diketahui identitasnya supaya tidak ada identitas palsu.
"Bila identitasnya jelas, orang yang sudah mikir aneh-aneh bisa cepat ketahuan," ucapnya.
Dikatakan Arief dahulu setiap orang yang menggunakan nomor telepon seluler harus mengisi formulir untuk mendaftarnya sehingga jelas siapa pemakainya. Dengan harga yang murah seperti saat ini justru rentan dengan terjadinya penyalahgunaan.
"Dulu tidak ada prabayar, pascabayar semua, sehingga harus mengisi formulir. Kenapa dulu bisa, sekarang tidak bisa? Jadi jangan hanya mementingkan bisnis, tapi keamanan bagi masyarakat pun perlu diperhitungkan," ungkapnya.
Deden Martakusumah (28) ditangkap tim Bareskrim Polri di sebuah rumah kost-kostan yang terletak di Jalan H Akbar Nomor 46 Kelurahan Pasir Kaliki, Kecamatan Cicendo, Bandung, Jawa Barat sekitar sekitar pukul 03.00 WIB, Senin (24/2/2014).
Penangkapan tersebut terkait dengan bisnis online pornografi anak yang sudah dilakoninya sejak tahun 2012. Dalam menjalankan bisnis haramnya tersebut, Deden mengelola tiga buah website porno diantaranya nu****.com, bo*******.com, dan sa*****.co***.com yang berisi kurang lebih 14 ribu buah video porno.
Modus yang dilakukan Deden menjajakan video porno di dunia maya adalah dengan mendapatkan video porno dari internet, kemudian diupload di website yang dikelolanya. Dalam website yang dikelolanya pelaku mencantumkan cara mendaftar sebagai member. Setiap member yang mendaftar ditawarkan paket seharga Rp 30 000 sedangkan Rp 800 000 dan sebagai konfirmasi paket, pelaku memberikan kode kepada pembeli berupa angka dibelakang harga paket.
Dalam kasus tersebut, polisi menyita 2 buah handphone, satu buah laptop, satu buah modem, tiga buah kartu ATM (BCA, BRI, dan MANDIRI), dan 3 buah buku tabungan (BCA, BRI dan MANDIRI).
Terhadap Deden kepolisian menjeratnya dengan pasal 29 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan sanksi hukuman paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp 6 miliar, pasal 27 ayat (1) jo pasal 52 Undang-undang ITE dengan sanksi hukuman maksimal 8 tahun dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Terhadap kedua pasal tersebut pun ditambah 1/3 dari maksimum ancaman pidana, karena pelaku melibatkan anak-anak dalam kegiatan dan atau menjadikan anak sebagai objek.