Kasus Emir Moeis Dinilai Jadi Bukti Keraguan Jaksa KPK
EM sendiri didakwa dengan dakwaan alternatif, yaitu Pasal 12 atau Pasal 11 UU Tipikor
Penulis: Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dakwaan alternatif terhadap Izedrik Emir Moeis pada kasus dugaan korupsi PLTU Tarahan dinilai telah membuktikan adanya keraguan dari Jaksa KPK, sejak awal menggarap kasus tersebut.
EM sendiri didakwa dengan dakwaan alternatif, yaitu Pasal 12 atau Pasal 11 UU Tipikor.
"Sekarang, dari bukti-bukti serta fakta-fakta yang terungkap di persidangan, JPU berkesimpulan bahwa ketentuan Pasal 12 UU Tipikor tidak dapat dikenakan terhadap EM," kata Koordinator Koalisi Pemantau Korupsi Indonesia (KPKI) Hans Suta Widhya di KPK, Selasa (11/3/2014).
Dalam tuntutannya, JPU KPK akhirnya menggunakan dakwaan alternatif kedua dan menganggap bahwa Emir telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor dan menuntut Majelis Hakim untuk menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan dan denda Rp 200 juta subsidair 5 bulan kurungan.
"Dakwaan alternatif ini menunjukkan bahwa sejak awal KPK sudah ragu-ragu dalam mendakwa EM," kata Hans.
Meski begitu, menurut Hans, sangat manusiawi bila KPK ragu-ragu dalam mendakwa EM. Pasalnya, klaim dia, tidak ada fakta atau bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara terdakwa EM dengan para pembuat keputusan proyek PLTU Tarahan, baik dari PLN, pihak JBIC dan pihak lainnya.
Bukan itu saja, dalam sidang yang lalu, muncul fakta bahwa kontrak kerja antara Pacific Resources International dengan PT Artha Nusantara Utama telah dipalsukan tanda tangannya oleh pihak Amerika, dalam hal ini Pacific Resources International.
Hans juga menambahkan, otoritas di Perancis, negara dimana perusahaan induk Alstom Power berada, tidak melakukan penuntutan terhadap Alstom.
Demikian pula di Amerika Serikat, Alstom Power sebagai korporasi tidak diperiksa atau dituntut oleh otoritas Amerika Serikat, melainkan hanya personil-personil Alstom sebagai individu.
Yang menarik, kata Hans, kejaksaan di Connecticut Amerika Serikat menunda dan akan mengkaji ulang pengakuan dan konspiras konspirasi Pacific Resources.
"Mestinya, pengadilan Indonesia jangan terlalu terburu buru membuat keputusan, dan memperhatikan serta mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di Amerika Serikat," katanya.