Kubu Budi Mulya: Pemberian FPJP dan PMS Adalah Keputusan Bersama
Dalam eksepsi (nota keberatan) yang dibacakan penasehat hukum Budi Mulya dikatakan bahwa persetujuan pemberian FPJP
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penasihat Hukum terdakwa Budi Mulya menyatakan dakwaan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak tepat kepada kliennya.
Pasalnya, dalam memberikan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) sebesar Rp 689.394 miliar dan Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp 6,742 triliun kepada Bank Century tidak dilakukan seorang diri.
Dalam eksepsi (nota keberatan) yang dibacakan penasehat hukum Budi Mulya dikatakan bahwa persetujuan pemberian FPJP oleh Bank Indonesia (BI) tidak berdiri sendiri. Melainkan, setelah menganalisis dukungan data-data satuan kerja. Kemudian, selanjutnya keputusan diambil bersama oleh Dewan Gubernur BI.
"Persetujuan FPJP tidak berdiri sendiri apalagi dalam kondisi krisis tahun 2008 itu. Atau dengan kata lain tidak mungkin bagi terdakwa sendiri memberikan FPJP tetapi haruslah keputusan bersama yang objektif," kata Penasehat Hukum Budi Mulya, Luhut Pangaribuan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (13/3/2014).
Sedangkan terkait penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, dikatakan perbuatan terdakwa hanya hadir dalam satu rapat.
Sehingga, tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan secara pribadi tetapi keputusan institusi dengan pertimbangan objektif dari satuan kerja lainnya setelah ada pertimbangan khusus dari Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI.
Lebih lanjut, kubu Budi juga menilai kebijakan pemberian FPJP dan PMS kepada Bank Century adalah tepat guna untuk mengatasi krisis tahun 2008. Sehingga, kebijakan tidak bisa dipidanakan.
Apalagi, terdakwa dibuat menjadi tersangka hanya karena perjanjian perdata antara terdakwa dengan pemegang saham Bank Century Robert Tantular sebesar Rp 1 miliar.
"Tidak ada hubungan kausalitas antara pinjaman dengan bantuan ke Bank Century yang besarnya mencapai Rp 7,2 triliun," kata Luhut.
Ditambahkan Luhut, KPK pada tahun 2011 sesungguhnya telah menyatakan tidak ada pelanggaran hukum ataupun penyalahgunaan wewenang dalam pemberian FPJP dan PMS ke Bank Century.
Seperti diberitakan sebelumnya, Jaksa mendakwa mantan Deputi IV Bank Indonesia bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa, Budi Mulya melakukan tindak pidana korupsi, yaitu menyalahgunakan kewenangan atau tindakan melawan hukum terkait penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Sehingga, merugikan keuangan negara sebesar total Rp 7,4 miliar.
Dalam surat dakwaannya, jaksa Budi Mulya melakukan itu semua secara bersama-sama dengan mantan Gubernur BI yang kini menjadi Wakil Presiden, Boediono.
Tidak hanya Boediono, nama mantan Deputi Gubernur Senior (DGS) BI, Miranda Swaray Gultom juga didakwa bersama-sama dengan Budi Mulya.
"Terdakwa selaku Deputi Gubernur BI melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Boediono selaku Gubernur BI, Miranda S Goeltom selaku Deputi Senior BI, Siti C Fadjriah selaku Deputi Gubernur Bidang 6, Budi Rochadi (almarhum) selaku Deputi Gubernur Bidang 7, serta bersama-sama dengan Robert Tantular dan Harmanus H Muslim dalam kaitannya dengan pemberian FPJP," kata jaksa KMS Roni saat membacakan surat dakwaan dalam sidang pekan lalu.
Kemudian, dalam kaitannya dengan proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, Budi Mulya juga disebutkan bersama-sama dengan Muliaman Hadad selaku Deputi Gubernur 5, Hartadi A Sarwono Deputi Gubernur Bidang 3, Ardhayadi M selaku Deputi Gubernur Bidang 8 serta Raden Paerdede selaku Sekertaris KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan).