Hari Ini Tamsil Linrung Diperiksa KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Anggota DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera Tamsil Linrung, Senin (24/3/2014).
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Anggota DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera Tamsil Linrung, Senin (24/3/2014).
Tamsil diperiksa sebagai saksi terkait proses penyidikan kasus dugaan korupsi pengajuan anggaran proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Kementerian Kehutanan dengan tersangka pemilik PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo.
"Diperiksa sebagai saksi tersangka AW," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha.
Selain Tamsil, penyidik KPK juga memanggil Putranefo A, Prayuga, Direktur Utama PT Masaro Radiokom dan Syuhada Bahri, Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.
Tamsil sendiri sudah tiba di kantor KPK. Namun, pria yang tampil dengan mengenakan batik abu-abu lengan panjang itu memilih irit bicara.
"Iya diperiksa. Tapi nanti ya, saya diperiksa dulu," kata Tamsil.
Syuhada dan Tamsil sudah dipanggil pekan lalu. Sayangnya, keduanya tak hadir. Pemanggilan kali ini pun merupakan penjadwalan ulang dari sebelumnya.
Tamsil dipanggil lantaran dianggap mengetahui mendengar, atau melihat perbuatan tindak pidana korupsi yang dituduhkan kepada tersangka. Terlebih, Tamsil saat anggaran proyek SKRT diajukan ke DPR sekitar 2007 duduk di Komisi IV yang bermitra dengan Kementerian Kehutanan.
Tamsil sendiri pernah diperiksa sebagai saksi dalam persidangan Yusuf Erwin Faishal, anggota DPR yang menjadi terdakwa kasus SKRT ketika itu.
Tamsil saat bersaksi dalam persidangan mengaku sempat menerima uang berupa cek perjalanan dari Yusuf terkait alih fungsi hutan lindung di Tanjung Api-api. Meski demikian, Tamsil mengklaim uang tersebut telah dikembalikannya.
Tamsil juga mengaku bahwa anggoro pernah menawarinya uang dalam amplop terkait SKRT. Lagi-lagi, Tamsil mengklaim menolak pemberian uang itu.
Saat itu, klaim Tamsil, anggaran untuk SKRT sebenarnya sudah diusulkan agar dibatalkan di DPR. Anggoro kemudian mengajak Tamsil bertemu lantaran Anggoro menyadari kemungkinan anggaran untuk proyek itu ditolak DPR.
Anggoro pada pertemuan itu menjelaskan bahwa SKRT merupakan program government to government. DPR, kalim Anggoro, tidak bisa memutuskan kerja sama itu lantaran merupakan bantuan loan dari Amerika Serikat.
Namun, Dewan pun menyetujui anggaran SKRT pada Oktober 2007. Menurut Tamsil, departemen Keuangan meminta agar program itu diteruskan.
Untuk diketahui, proyek SKRT sudah dihentikan pada 2004 lalu Menhut masih dijabat M Prakoso. Akan tetapi, proyek tersebut dihidupkan kembali atas upaya permintaan Anggoro Widjoyo semasa MS Kaban menjabat Menhut.
Direktur Utama PT Masaro Radiokom itu diduga memberikan uang kepada 4 anggota Komisi IV DPR yang menangani sektor kehutanan. Mereka yakni, Azwar Chesputra, Al-Amin Nur Nasution, Hilman Indra, dan Fachri Andi Leluas. Komisi IV yang saat itu dipimpin oleh Yusuf Erwin Faishal pun mengeluarkan Surat Rekomendasi untuk melanjutkan proyek SKRT itu.
Komisi IV DPR, dalam SK tersebut, meminta Departemen Kehutanan (sekarang Kemenhut) meneruskan proyek SKRT, dan mengimbau Dephut agar menggunakan alat yang disediakan PT Masaro untuk pengadaan barang dalam proyek tersebut.
Oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Yusuf Erwin Faisal, Azwar, Al Amin, Hilman, maupun Fachri telah divonis pidana. Anggoro, Anggodo Widjojo juga sudah dijerat KPK dan sudah dihukum pidana penjara.
Anggoro ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 19 Juni 2009. Anggoro selaku pemilik PT Masaro Radiokom diduga memberikan hadiah atau janji kepada sejumlah pejabat atau penyelenggara negara untuk meloloskan pengajuan anggaran SKRT di Departemen Kehutanan 2007.
Dia kemudian buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 17 Juli 2009. Tapi, pada akhir Januari 2014 ini pelarian Anggoro berakhir di Zhenzhen, China. Ia kemudian diterbangkan ke Tanah Air dan dititipkan di Rumah Tahanan POMDAM Guntur Cabang KPK, Jakarta Selatan.
Fakta persidangan kasus ini juga menyebutkan adanya aliran dana ke sejumlah pejabat di Dephut, termasuk mantan Sekjen Dephut, Boen Purnama.
Kaban selaku Menhut, diduga mengetahui aliran dana ke pejabat Kemenhut tersebut.
Kaban juga diduga menandatangani surat penunjukkan langsung terhadap PT Masaro Radiokom. Kaban usai diperiksa KPK 2012 lalu mengungkapkan bahwa penunjukan langsung PT Masaro sudah sesuai prosedur.