Kerabat Berdatangan ke Rumah Hadi Poernomo Usai Jadi Tersangka
Satu per satu kerabat berdatangan ke rumah mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hadi Poernomo
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satu per satu kerabat berdatangan ke rumah mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hadi Poernomo, di Jalan Iskandarsyah I No 18, Melawai, Jakarta Selatan, Senin (21/4/2014) malam.
Pantauan Tribun, sekitar sepuluh kerabat berdatangan ke rumah tersebut sejak pukul 20.30 WIB usai KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi beberapa jam sebelumnya.
"Iya itu keluarga bapak," ujar petugas keamanan di rumah Hadi.
KPK menetapkan Hadi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penanganan pajak PT Bank Central Asia (BCA) Tbk. Ia diduga menyalahgunakan wewenangnya selaku Dirjen Pajak saat pengurusan Wajib Pajak PT Bank Central Asia Tbk Tahun 1999 di Ditjen Pajak pada 2003-2004.
Kasus yang menjerat Hadi bermula saat PT BCA Tbk mengajukan surat keberatan transaksi non-performance loan (NPL) atau kredit macet sebesar Rp 5,7 triliun kepada Direktur PPH Ditjen Pajak pada 17 Juli 2003. Bank BCA keberatan dengan nilai pajak yang harus dibayar karena nilai kredit macet hitungan mereka adalah sebesar Rp 5,7 triliun.
Berdasarkan hasil kajian Direktur PPH atas keberatan NPL berkesimpulan, bahwa keberatan pajak pihak Bank BCA itu ditolak. Dan Bank BCA diwajibkan memenuhi pembayaran pajak Tahun 1999 dengan batas waktu 18 Juli 2003.
Namun, sehari sebelum batas jatuh tempo pembayaran pajak Bank BCA itu, rupanya Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak memerintahkan Direktur PPH melalui nota dinas agar mengubah kesimpulan keberatan Bank BCA menjadi diterima seluruhnya.
Selanjutnya, tanpa memberikan waktu untuk Direktur PPH memberikan tanggapan yang berbeda atas kesimpulan keberatan diterima itu, Hadi Poernomo justru menerbitkan surat ketetapan pajak nihil (SKPN) atas keberatan NPL Bank BCA pada 12 Juli 2004.
Ketua KPK Abraham Samad menyatakan, kerugian negara akibat korupsi penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan Hadi Poernomo itu diperkirakan mencapai Rp 375 miliar. Sebab, seharusnya Bank BCA seharusnya membayar nilai pajak ke negara (Ditjen Pajak) tersebut jika pengajuan keberatan Bank BCA ditolak sebagaimana hasil kajian Direktur PPH.
Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto menambahkan, pengajuan keberatan atas kewajiban pajak 1999 itu baru dilakukan Bank BCA ke Ditjen Pajak pada 2003.
Dan Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak mengeluarkan keputusan menerima seluruh keberatan pajak Bank BCA yang bertolak belakang dengan hasil kajian Direktur PPH.