Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Presiden SBY Dinilai Tidak Perlu Jadi Saksi Kasus Century

Majelis hakim perkara kasus korupsi Bank Century tidak perlu menghadirkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai saksi.

Penulis: Hasanudin Aco
zoom-in Presiden SBY Dinilai Tidak Perlu Jadi Saksi Kasus Century
IST
Susilo Bambang Yudhoyono 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim perkara kasus korupsi PT Bank Century tidak perlu menghadirkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai saksi. Pasalnya, kehadiran SBY tersebut tidak relevan dengan kasus yang saat ini sedang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan terdakwa utama Budi Mulya.

“Kehadiran Presiden SBY sebagai saksi dalam sidang perkara Budi Mulya tidak perlu terjadi. Buat apa? Sidang perkara Budi Mulya adalah kasus gratifikasi sebesar Rp1 miliar oleh Robert Tantular kepada Budi Mulya sebagai Deputi Gubernur BI saat itu. Perkara ini tidak terkait dengan perkara bail-out Bank Century dan tidak ada kaitannya dengan SBY,” ujar Guru Besar Emeritus dari Universitas Padjadjaran Bandung Prof. Dr. Romli Atmasasmita di Jakarta, Jumat (23/5/2014).

Prof Romli menambahkan, faktanya bahwa SBY sedang tidak berada di Jakarta dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang memegang kendali pemerintahan kala itu. Dengan fakta ini, tidak ada alasan pula untuk memaksa Presiden SBY bersaksi.

Laporan dari KKSK yang juga melibatkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Menteri Keuangan, serta Dewan Gubernur Bank Indonesia itu sudah disampaikan kepada Wapres Jusuf Kalla, meskipun yang bersangkutan membantahnya.

Kondisinya akan berbeda, lanjut dia,  apabila ada pernyataan dari Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Jaelani, bahwa dirinya sudah melaporkan masalah dan solusibail-out Bank Century kepada Presiden.

“Ketua LPS wajib melaporkan karena bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Faktanya, ketua LPS tidak pernah melaporkan kepada Presiden ketika beliau di luar negeri,” lanjut mantan Dirjen AHU pada Kementerian Hukum dan HAM tersebut.

Namun faktor yang paling menentukan, menurut pakar yang juga guru besar pidana dan kriminologi UNPAD itu, tim penyidik KPK hingga kini belum pernah memeriksa Presiden SBY sebagai bagian dari penyidikan perkara bail-out Bank Century.

“Seorang saksi hanya bisa dihadirkan di pengadilan bila telah menjalani dan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP), yang bisa dilakukan dimana saja. Tanpa pemeriksaan awal, bagaimana dia ditetapkan layak menjadi saksi?” katanya.

Sebelumnya, Wapres Boediono pernah diperiksa tim penyidik KPK di Kantor Wakil Presiden, sedangkan Sri Mulyani diperiksa oleh tim KPK di kantor Bank Dunia, Washington, Amerika Serikat.

Ketua Tim Advokat dan Konsultan Hukum SBY & Keluarga Palmer Situmorang mengungkapkan, dalam penanganan kasus Bank Century, KSSK bekerja berdasarkan undang-undang dan memiliki wewenang penuh untuk memutuskan status Bank Century demi menyelamatkan perekonomian Indonesia.

Atas dasar wewenang penuh KSSK tersebut, berdasarkan UU tidak diperlukan adanya persetujuan atau otorisasi dari Presiden SBY atau JK selaku Penjabat Presiden untuk menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan menerima dana talangan Rp6,8 triliun.

"Dari keterangan Sri Mulyani dan JK pada keterangan di sidang Tipikor lalu, kami simpulkan bahwa ternyata tidak ada intervensi apapun dari Presiden SBY untuk mempengaruhi lembaga yang berwenang dalam hal ini BI dan KSSK terkait keputusanbail out Bank Century. Upaya mengait-ngaitkan SBY dengan bail out Bank Century adalah fitnah belaka," katanya.

Palmer menegaskan, tidak relevannya kesaksian SBY mengacu pada asas hukum pembuktian dan ketentuan hukum positif (KUHAP) tentang syarat menjadi saksi. Seorang saksi haruslah melihat, mendengar, mengetahui,  atau mengalami sendiri suatu peristiwa.

Nilai pembuktian setiap saksi juga tidak terpisah dari waktu (tempus) dan tempat (locus) peristiwa pidana tertentu terjadi.

“Fakta persidangan telah membuktikan ketika penyelamatan Bank Century tanggal 21 September 2008 dini hari diputuskan, Presiden SBY berada di luar negeri dan baru dilapori tanggal 25 September 2008. Upaya mendorong kehadiran SBY bersaksi hanya untuk memperolok-olok dan menyudutkan seorang kepala negara saja, sesuatu hal yang tidak pantas karena memang tidak relevan,” tegasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas