Di Bawah Sumpah, Ex Menlu Akui 'Konferensi Berujung Korupsi' Atas Perintah Megawati
Karena kejadian itu kata Hassan, pemerintah negeri lain melihat Indonesia sudah tidak aman lagi.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Nur Hassan Wirajuda menyatakan bahwa penyelenggaraan sidang dan konferensi internasional di Kemenlu pada tahun 2004-2005 merupakan perintah dari Presiden Megawati Soekarnoputri era tersebut. Kegiatan tersebut, terang Hassan untuk meredam sejumlah peristiwa dalam negeri.
Di antara peristiwa itu yakni bom Bali dan tsunami Aceh. Karena kejadian itu kata Hassan, pemerintah negeri lain melihat Indonesia sudah tidak aman lagi.
Untuk mengembalikan kepercayaan mereka bahwa siuasi Indonesia masih aman, imbuh Hassan, pemerintah menyelenggarakan kegiatan tersebut.
"Dalam kerangka dua tahun kerja, 2004-2005 itu panjang. Sebagai ada instruksi presiden (Megawati Soekarno Putri) untuk melakukan konfrensi, dalam arahan pimpinan kita berikan arahan untuk konfrensi," kata Hasan di bawah sumpah saat bersaksi untuk terdakwa korupsi Sudjadnan Parnohadiningrat di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (28/5/2014).
Anggaran kegiatan itu, lanjut Hasan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, dirinya membantah dana itu diselewengkan. Hassan mengaku Sudajnan selaku Sekjen Kemnelu saat itu yang lebih mengetahuinya.
"Saya tidak tahu teknisnya bahwa ada anggaran Deplu yang dibintangi, tapi saya duga itu berada di bawah Kesekjenan," kata Hasan.
Meski begitu, Hasan tidak membantah telah memberikan arahan kepada penyelenggaraan 'kegiatan yang berujung korupsi' tersebut. Tetapi klaim dia, hanya memberikan arahan pada fungsi tertentu yang sifatnya misi diplomatik terkait kesuksesan pengembalian kepercayaan pihak luar negeri kepada Indonesia.
"Saya tidak memberikan arahan secara tertulis. Saya ingat memberikan perintah terhadap fungsi-fungsi tertentu yang bersifat misi diplomatik dilakukan Kemenlu. Tradisinya memang begitu, hal-hal yang menyangkut protokol," kata Hassan.
Pada kesempatan sama, Hassan Wirajuda juga membantah pernah menerima uang lelah dari kegiatan pertemuan dan sidang internasional di Kemenlu pada tahun 2004-2005 itu. Walaupun dalam dakwaan Sudjanan, disebutkan kalau Hassan pernah menerima uang lelah sebesar Rp 440 juta dalam pelaksanaan 11 konferensi dan sidang internasional dalam kurun waktu 2004 sampai 2005.
Hassan mengklaim baru mendengar soal uang lelah saat menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia mengaku tidak pernah mendengarnya dalam persiapan pertanggungjawaban konferensi.
"Saya tidak pernah mendengar dalam kerangka persiapan pertanggunjawaban konferensi ada uang lelah yaitu yang dimaksud himpunan dari dana-dana yang disisihkan dari tiap konferensi," kata Hassan.
Mendengar pernyataannya, Ketua Majelis Hakim, Nani Indrawati kembali mencecarnya.
"Kalau di Kemenlu istilah uang lelah itu apa? Apakah operasional, uang taktis menlu atau bagaimana?" tanya Hakim Nani.
"Kami ada kepanitiaan, jadi panitia penyelenggara konferensi. Yang dimaksud honorarium yang ditentukan besaran standarnya oleh kementerian Keuangan," jawab Hassan.