Teuku Bagus Dituntut 7 Tahun Penjara oleh Jaksa KPK
Mantan Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya, Teuku Bagus Mokhamad Noor dituntut pidana tujuh penjara oleh Jaksa KPK.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya, Teuku Bagus Mokhamad Noor dituntut pidana tujuh penjara oleh Jaksa KPK.
Selain itu, mantan Ketua KSO Proyek Hambalang itu juga dituntut pidana denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan.
Sebab menurut Jaksa, Teuku secara sah dan menyakinkan terbukti melakukan tindakan menyalahgunakan wewenang terkait proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor.
Perbuatan itu dilakukan Teuku Bagus dengan tujuan, memperkaya diri sendiri atau orang lain. Sehingga, merugikan keuangan negara sebesar Rp 464,514 miliar.
"Menyatakan terdakwa Teuku Bagus Mokhamad Noor telah terbukti bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP, dalam dakwaan kedua," kata Jaksa Kresno Anto Wibowo saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta," Selasa (17/6/2014).
Dalam melakukan perbuatannya, terang Jaksa Kresno, Teuku Bagus Mokhamad Noor terbukti bersama-sama dengan Deddy Kusdinar selaku PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), Andi Alfian Mallarangeng selaku Menpora (Menteri Pemuda dan Olahraga) dan Machfud Suroso selaku Direktur PT Dutasari Citralaras.
Serta, bersama-sama juga dengan Andi Zulkarnaen Anwar alias Choel Mallarangeng, Lisa Lukitawati Isa, Paul Nelwan, Wafid Muharam dan Muhammad Fakhrudin.
Perkara Teuku Bagus berawal ketika terdakwa mengetahui akan ada proyek pembangunan komplek olahraga pada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kempora) yang berlokasi di Bukit Sentul Hambalang dari informasi Mindo Rosalina Manullang.
Sehingga, terdakwa meminta Direktur Pemasaran Adhi Karya, M Arief Taifiqurahman memonitor proyek tersebut.
Kemudian, untuk menindaklanjuti perintah, Arief mengkonfirmasi ke Paul Nelwan yang merupakan orang dekat Wafid Muharam selaku Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora).
Hingga, akhirnya terdakwa bersama Machfud Suroso, Dirut Pt Dutasari Citralaras, yang difasilitasi oleh Paul Nelwan bertemu dengan Wafid dan mengatakan hendak ikut serta dalam proyek pembangunan tersebut.
Setelah pertemuan, terdakwa meminta Arief memberikan uang kepada Wafid melalui Paul Nelwan sebesar Rp 2 miliar secara dua tahap, yaitu tanggal 8 September 2009 dan 26 September 2009. Kemudian, tanggal 14 September 2009 Machfud juga memberikan uang kepada Wafid sebesar Rp 3 miliar.
Pemberian tersebut dikatakan sebagai pemberian awal agar PT Adhi Karya mendapatkan proyek Hambalang.
Bahkan, disebutkan bahwa pada bulan Oktober 2009, terdakwa dan Arief difasilitasi Muhammad Tamzil menemui Menpora Andi Alfian Mallarangeng di rumahnya di daerah Cilangkap. Dengan tujuan, memperkenalkan diri dan meminta ikut dalam proyek Hambalang.
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, untuk kembali memastikan mendapatkan proyek Hambalang kepada Menpora, terdakwa kembali memerintahkan Arief. Tetapi, yang berhasil ditemui adalah Wafid, Muhammad Fakhruddin dan Choel Mallarangeng yang merupakan Adik Andi Mallarangeng.
Dalam pertemuan tersebut, Arief mengatakan kepada Choel agar bisa ikut dalam proyek Hambalang. Sehingga, Choel meminta fee sebesar 18% dari nilai kontrak.
Selanjutnya, terdakwa memerintahkan orang-orangnya di Adhi Karya unutk mengikuti pertemuan-pertemuan di Hotel Kristal, Jakarta, terkait pembahasan dokumen lelang, rincian harga satuan serta nilai lelang untuk jasa konstruksi.
Sampai akhirnya, pada tanggal 18 Agustus dilakukan pengumuman lelang jasa konstruksi Hambalang dengan nilai pagu anggaran Rp 262.784.897.000. Tetapi, dengan kontrak anggaran tahun jamak sebesar Rp 1,2 triliun.
Kemudian, berdasarkan hasil evaluasi teknis dan penawaran, Adhi Karya menempati peringkat teratas dengan penawaran harga Rp 1.077.921.000.000 Padahal, rincian harga satuannya memang sudah disusun oleh orang-orang Adhi Karya bersama dengan panitia lelang.
"Pada 10 Desember 2010, ditandatangani kontrak induk pembangunan proyek lanjutan Hambalang tahun 2010 sampai tahun 2012 dengan nilai kontrak Rp 1.077.921.000.000. Di hari yang sama juga ditandatangani kontrak anak tahun 2010 dengan nilai Rp 507.405.139.999," lanjut Kresno.
Setelah kontrak ditandatangani, terdakwa secara melawan hulum mengalihkan atau mensubkontrakan pekerjaan utama berupa pembangunan asrama junior putri, asrama junior putra dan GOR serbaguna kepada perusahaan yang dibawa Choel Mallarangeng, yaitu PT Global Daya Manunggal (GDM) sebesar Rp 141.443.918.633.
PT Dutasari Citralaras milik Machfud Suroso sebesar Rp 328.063.300.000, PT Aria Lingga Perkasa (ALP) sebesar Rp 3.415.591.801 dan 36 perusahan lainnya sebesar Rp 56.813.250.176.
Sesuai kontrak, pada tahun 2010, KSO Adhi-Wika mendapatkan pembayaran dari Kempora sebesar Rp 217.317.547.103 dan tahun 2012, sebesar Rp 453.454.231.090. Tetapi, uang tersebut selain digunakan untuk membayar subkontraktor, juga digunakan untuk realisasi pemberian fee 18% yang sesuai kesepakatan diberikan melalui Machfud Suroso.
Di antaranya, kepada PT Dutasari Citralaras (DCL) sebesar Rp 170.395.116.962. Kemudian, Mahcfud Suroso Rp 28.800.942.000, PT GDM Rp 58.902.994.657, PT ALP Rp 3.337.964.280 dan 32 perusahaan subkontraktor lainnya sebesar Rp 17.960.753.287.
Tidak hanya itu, Kresno menambahkan bahwa untuk mendapatkan pekerjaan, KSO Adhi-Wika mengalirkan uang kepada bebera pihak, yaitu Anas Urbaningrum Rp 2,21 miliar, Wafid Muharam Rp 6,5 miliar, Mahyuddin (eks Ketua Komisi X DPR) Rp 500 juta, Adirusman Dault Rp 500 juta, Olly Dondokamber Rp 2,5 miliar.
Kemudian, petugas di Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sebesar Rp 135 juta, Deddy Kusdinar Rp 1,1 miliar, pengurusan retribusi Rp 100 juta, anggota DPR sebesar Rp 500 juta dan biaya sewa hotel dan panitia lelang serta lain-lainnya sebesar Rp 606 juta.
Ditambah lagi, pada tahun 2011, terdakwa memberikan bonus kepada 340 karyawan Adhi Karya dengan besaran sesuai gaji sehingga seluruhnya sebesar Rp1,707 miliar
Sehingga, dikatakan Kresno merugikan keuangan negara sebesar Rp 464,514 miliar.
Dari perbuatan terdakwa juga dikatakan menguntungkan diri sendiri dan orang lain. Di antaranya, terdakwa sendiri sebesar Rp 4.532.923.350, Andi Alfian Mallarangeng sebesar Rp 4 miliar dan USD 550 ribu, Anas Urbaningrum Rp 2,21 miliar, Wafid Muharam Rp 6,550 miliar, Mahyuddin (mantan Ketua Komisi X DPR) Rp 500 juta.
Selain itu, Adirusman Dault Rp 500 juta, petugas di Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sebesar Rp 135 juta, Deddy Kusdinar Rp 300 juta, Nanang Suhatma sebesar Rp 1,1 miliar, Machfud Suroso Rp 18.800.942.000, Olly Dondokambey Rp 2,5 miliar, Joyo Winoto Rp 3 miliar, Lisa Lukitawati Isa sebesar Rp 5 miliar, Anggraheni Dewi Kusumastuti Rp 400 juta.
Kemudian, PT Yodya Karya sebesar Rp 5.221.563.935, PT Metaphora Solusi Global (MSG) Rp 5.851.708.065, PT Malmas Mitra Teknik Rp 837 juta, PD Laboratorium Teknik Sipil Geoinves Rp 94.818.182.
Pihak yang diuntungkan juga adalah Imanullah Aziz Rp 378.181.818, PT Ciriajasa Rp 5.839.331.569, PT GDM sebesar Rp 54.992.994.657, PT ALP sebesar Rp 3.337.964.280, PT DCL Rp 170.395.116.962, KSO Adhi-Wika sebesar Rp 145.280.101.895. Serta, 32 perusahaan atau perseorangan subkontraktor sebesar Rp 17.960.753.287.