Mukminah Disuruh Telanjang di Bandara
Mantan TKI, Mukmainah, mengaku pernah menjadi korban pemerasan petugas bagian kepulangan TKI di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Mukmainah, mengaku pernah menjadi korban pemerasan petugas bagian kepulangan TKI di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten.
Wanita asal Tegal, Jateng, itu juga diancam akan ditelanjangi jika tak mengeluarkan semua uang yang didapatnya selama bekerja di Taiwan.
Menurut Mukmainah, awalnya ia diminta menukarkan uang asingnya di money changer tertentu di bandara. Namun ia menolak dan berdalih tak membawa uang dolar. Lalu, petugas pelayanan kepulangan TKI mengancam akan menggiringnya ke toilet untuk ditelanjangi.
"Teman saya yang dari Purwodadi, dipaksa dan sampai disuruh telanjang. Dia sampai nangis," kata Mukmainah di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (6/8).
Sedangkan Mukmainah tak mengalami kejadian itu karena ngotot tak membawa uang Taiwan. "Alhamdulillah saya tidak karena saya bersikeras tidak bawa uang," ujar wanita yang pulang dari Taiwan antara tahun 2011-2012 itu.
Mukmainah mengaku melihat polisi di terminal kedatangan TKI. Namun, katanya, polisi tersebut terkesan mendiamkan praktik-praktik pemerasan terhadap TKI. Karena itu, Mukmainah tak melapor ke polisi.
Ia menduga pemerasan itu melibatkan oknum polisi maupun oknum petugas Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Namun Mukmainah tak bisa menghindar dari pemerasan berkedok angkutan dari bandara. Saat itu, Mukmainah bermaksud pulang ke rumah saudaranya di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Namun ia dipaksa membayar tiket angkutan ke Tegal atau ke alamat sesuai paspornya.
"Waktu kan minta turun di Pasar Minggu, tapi harus bayar ke alamat sesuai paspor. Jadi saya bayar tarif ke Tegal yaitu Rp 500 ribu," katanya.
Di perjalanan, Mukminah kembali menjadi korban pemerasan yang dilakukan oleh sopir angkutan pemulangan TKI. Menurutnya, kendaraan pengangkut itu berhenti sekitar 1 km sebelum tujuan.
Si sopir mau mengantar sampai ke tujuan asalkan si TKI memberi uang tambahan. " Saya kasih Rp 100 ribu tidak mau, mintanya lebih," ujarnya.
Sementara itu Siti Badriah, mantan TKI di Brunei, mengaku menjadi korban pemerasan di bandara pada tahun 2004. "Saya pulang melalui terminal 2. Lalu kami dikumpulkan dan diminta lewat Terminal TKI, kami diangkut bus. Sewaktu naik bus, barang-barang kami dibawa oleh porter dan untuk itu kami mesti bayar," katanya.
Siti dan para TKI juga diminta membayar ke sopir bus dan porter yang menurunkan barang-barangnya ketika sampai di Terminal 3 atau Terminal TKI. Total uang yang dikeluarkan Siti untuk membayar pungutan-pungutan itu sekitar Rp 200 ribu.
Mukmainah dan Siti Badriah datang ke kantor KPK bersama Migrant Care, lembaga swadaya masyarakat yang mendampingi para TKI. Direktur Migrant Care, Anis Hidayah mengaku sudah melaporkan ke KPK sebanyak 10 modus pemerasan terhadap TKI di bandara.
"Ada manipulasi penukaran uang, tarif angkutan ke daerah asal, pungli porter barang, pembelian voucher pulsa secara paksa, pengiriman barang via kargo," kata Anis di kantor KPK.
Menurutnya, praktik-praktik pemerasan itu sudah terjadi sejak tahun 1986. "Buruh migrant selama ini hanya dijadikan objek," ujarnya.
Karena itu, Anis dan TKI berharap KPK menindak serta memberikan efek jera kepada para pelaku pemerasan TKI. "Kami sudah melakukan advokasi ke berbagai lembaga terkait, namun tidak ada perubahan sampai saat ini," katanya.
Anis menjelaskan, pihaknya memilih mendatangi KPK untuk memadukan data dan langkah-langkah advokasi yang sudah dilakukan lembaganya.
Menurut Anis, sudah saatnya pemerasan TKI diberangus. Menurutnya sidak KPK ke bandara beberapa waktu lalu harus dijadikan momentum menghapus praktik pemerasan yang diduga melibatkan banyak pihak.
Anis mengungkapkan, dalam sehari sekitar 500 TKI menjadi korban pemerasan di bandara. Menurutnya, pemerasan terhadap buruh migran melibatkan oknum polisi, TNI, Angkasa Pura 2, Kemenakertrans, dan BNP2TKI. Pemerasan itu sistematis dan dilegalisasi oleh kebijakan negara.
"Ada banyak pihak yang memang harus ditelusuri peran dan kebijakannya. Juga perusahan-perusahaan swasta yang selama ini melakukan praktek kolutif dengan pemerintah," katanya.
Anis berharap pertemuan dengan KPK bisa memperbaiki sistem kelola buruh migran Indonesia. Selain itu pertemuan ini diharapkan akan menjadi kunci pembuka pembersihan secara menyeluruh untuk institusi-institusi negara seperti Kemenakertrans dan BNP2TKI serta PT Angkasa Pura 2.
"Bukan hanya untuk masalah pemulangan buruh migran Indonesia, tetapi juga tata kelola penempatan dan perlindungan buruh migran," katanya.
Seperti diberitakan, pada Sabtu (26/7) dini hari, KPK bersama Polri dan Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) melakukan inspeksi mendadak ke bagian pelayanan kepulangan TKI di Bandara Soekarno Hatta.
Dalam sidak itu, petugas menemukan praktik-praktik pemerasan yang melibatkan anggota Polri dan TNI. (Tribunnews/edf)