Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anggota DPR: Bentuk Pansus Pilpres Butuh 25 Pengusul dari Dua Fraksi

Menurutnya, pembentukan pansus di DPR itu hanya membutuhkan pengusul sebanyak 25 anggota DPR dari dua fraksi.

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Anggota DPR: Bentuk Pansus Pilpres Butuh 25 Pengusul dari Dua Fraksi
Tribunnews.com/Rachmat Hidayat
Wakil Ketua Panja Mafia Pemilu, Hakam Naja 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Hakam Naja, mengatakan proses pembentukan panitia khusus (Pansus) kecurangan Pilpres kini tengah menunggu proposal dari tim pengusul.

Menurutnya, pembentukan pansus di DPR itu hanya membutuhkan pengusul sebanyak 25 anggota DPR dari dua fraksi.

Namun, ia menilai, pansus akan lebih kuat jika fraksi yang mengusulkan lebih banyak lagi.

"Ini kan masalah besar, pansus akan lebih kuat jika didukung oleh mayoritas fraksi," kata Hakam dalam keterangan persnya, Senin (18/8/2014).

Ia mengaku belum mengetahui, apakah pembentukan pansus ini menunggu keputusan MK atau tidak.

Namun, lanjut Hakam, sebaiknya pansus dibentuk setelah putusan MK keluar dengan tujuan lebih memberikan legitimasi yang kuat bagi para pengusung.

Berita Rekomendasi

"Pansus ini dikerjakan oleh angggota DPR periode sekarang," tambahnya.

Hakam menuturkan, pembentukan pansus ini merupakan ranah politik bagi anggota dewan yang diatur dalam regulasi.

Sedangkan proses yang tengah berlangsung di MK merupakan ranah hukum untuk mencari kebenaran dan keadilan dalam penyelenggaraan pemilihan umum presiden.

Labih jauh ia menjelaskan, pansus merupakan bagian dari proses politik berkaitan kewenangan pengawasan dewan.

Atas dasar itu, pansus merupakan upaya yang diatur sesuai UU.

Setidaknya terdapat tiga proses di DPR yang berkaitan dengan fungsi pengawasan.

Pertama, hak bertanya atau interpelasi dari anggota dewan. Kedua, hak angket yang ujungnya pembentukan pansus untuk menyelidiki dugaan kasus tertentu.

"Dan ketiga, hak menyatakan pendapat yang 'berbahaya' bagi eksekutif karena DPR bisa menyatakan bahwa Presiden telah melanggar konstitusi. Ha ini pernah terjadi di Tanah Air," katanya.

Menurut Hakam, MK selaku garda terakhir dalam konstitusi harus bisa memutus sengketa pemilihan umum presiden ini sesuai dengan keadilan masyarakat.

"MK merupakan keadilan yang tertinggi, makanya hakim di MK memiliki syarat untuk paham konstitusi.

Sehingga, putusan yang dihasilkan betul-betul sesuai dengan kebenaran dan keadilan masyarakat," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas