Ahli Berikan Keterangan dalam Sidang Anas
Prof Edward dihadirkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta, guna mengurai pasal tindak pidana pencucian uang.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gajah Mada (UGM), Profesor Edward Omar Syarief memberikan keterangan ahli dalam perkara dugaan gratifikasi Hambalang dan pencucian uang, yang menjerat Anas Urbaningrum, Kamis (28/8/2014).
Prof Edward dihadirkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta, guna mengurai pasal tindak pidana pencucian uang. Dalam sidang itu, mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu menanyakan ke Prof Edy mengenai pasal pencucian uang yang didakwakan KPK kepadanya.
"Berdasarkan pasal 95 bisa diperiksa dan dituntut UU tahun 2002 dan 2003 tetapi ketentuan peralihan tahun 99 dicabut dan tak berlaku. Menurut ahli dicabut dan tak berlaku, apakah artinya UU tak boleh digunakan?" tanya Anas ke ahli.
"Saya kira konteksnya sudah sangat jelas sehingga tak bisa ditafsirkan lain," jawab Ahli.
Anas kembali melontarkan pertanyaan. Kali ini, dia bertanya ihwal rujukan UU TPPU yang saat ini dipakai untuk mengadili seorang terdakwa. "UU 8 tahun 2010 tentang TPPU," kata Prof. Edward.
"Kalau ada seseorang didakwa melakukan pencucian uang. Pencucian uang itu digambarkan berasal dari seseorang atau korporasi. Kemudian tak bisa dibuktikan ada uang itu? Orang itu X, korporasi Y. Kemudian tak ada uang? Menurut ahli bagaimana statusnya?" tanya Anas.
Prof. Edward menguraikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Menurutnya dalam sebuah perkara pidana berlaku asas yang berbunyi, 'siapa yang mendakwa, dia harus buktikan.' Tetapi menurut Edward, asas itu tak berhenti di sana.
"Namun ada komanya. Jika dakwaan tersebut tak bisa dibuktikan terdakwa harus dibebaskan," kata Prof. Edward.
Anas lebih menelisik jauh. Ditanyakan ke Ahli, bila mengacu pernyataan tersebut, dalam hal ini apabila sebuah dakwaan tak bisa dibuktikan karena tak ada uang yang sampai ke terdakwa, maka apa status dari dakwaan tersebut.
"Tidak terbukti, berarti harus dibebaskan," jawab Prof. Edward.
Anas sendiri didakwa Jaksa KPK menerima Rp116,525 miliar dan US$5,2 juta dari beberapa proyek pemerintah yang menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara.
Selain itu, ia juga disebut menerima dua buah unit mobil, yakni Toyota Harrier bernomor polisi B-15-AUD senilai Rp670 juta dan Toyota Vellfire berpelat nomor B-6-AUD seharga Rp735 juta. Juga, dana kegiatan survei pemenangan di Kongres Partai Demokrat sebesar Rp478.632.230.