Jokowi Minta Naikkan BBM, Fahri Pertanyakan Revolusi Mental
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengkritik desakan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dilakukan Joko Widodo kepada Pemerintah
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengkritik desakan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dilakukan Joko Widodo kepada Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Wasekjen PKS Fahri Hamzah menuturkan hal tersebut berbeda saat pendamping Jokowi, Jusuf Kalla ikut menaikkan harga BBM di era Susilo Bambang Yudhoyono. Saat itu, JK melakukan konversi gas sehingga beban masyarakat tidak terlalu tinggi.
"Waktu dia menaikkan BBM melalui kompensasi yang memadai sehingga beban masyarakat tertanggulangi. Konversi gas. Sekarang dia tidak ikut desain," ujar Fahri.
Selain itu, Fahri juga melihat desakan Jokowi itu sebagai bentuk kegagalan Revolusi Mental yang terus disuarakan selama kampanye pemilihan presiden.
"Katanya mau revolusi mental tapi kok mengatasi persoalan fiskal harus cabut subsidi BBM," kata Fahri.
Fahri mempertanyakan sikap Jokowi tidak memiliki kreativitas dalam menyiasati ruang fiskal tanpa mencabut subsidi. "Revolusi mental bikin yang hebat. Kalau cabut subsidi enak. Langkah paling bodoh. Kirain ada ketahuan ternyata tidak punya ilmu juga," ujar Anggota Komisi III itu.
Fahri berharap agar Jokowi bersama PDI Perjuangan tidak terus berusaha membebani pemerintah dengan meminta kenaikan harga BBM bersubsidi. "Mereka mau membebani SBY menaikan BBM dengan alasan mencari ruang fiskal. Padahal mencabut subsidi bukan satu-satunya solusi menyelamatkan APBN," katanya.