Keluarga Pekerja Kebersihan Minta Komnas HAM Usut Kasus JIS
Banyaknya kejanggalan dalam pengusutan kasus dugaan tindak asusila di sekolah Jakarta Internasional School (JIS)
Penulis: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyaknya kejanggalan dalam pengusutan kasus dugaan tindak asusila di sekolah Jakarta Internasional School (JIS) membuat keluarga para petugas kebersihan yang ditangkap polisi kini diliputi kekhawatiran dan ketakutan.
Sebagai upaya untuk mendapatkan keadilan dan mengungkap kasus ini secara tuntas, keluarga dari para terdakwa Agun Iskandar, Virgiawan Amin, Syahrial dan Zainal Abidin dengan didampingi Tim Advokasi Pencegahan Peradilan Sesat (Tappas) mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Selasa (16/9/2014).
Para anggota keluarga tersebut meminta Komnas HAM untuk terlibat dalam pengungkapan kasus ini dengan membentuk tim pencari fakta independen dan melakukan pemantauan secara langsung terhadap proses persidangan kasus JIS di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang berlangsung tertutup. Perwakilan keluarga petugas kebersihan yang ditangkap Ali Subrata yang juga ayah Zainal Abidin mengungkapkan, sejak kasus ini muncul, keluarga sudah sangat tidak percaya dengan apa yang dituduhkan oleh aparat kepolisian.
Sejumlah perlakuan kepada tersangka selama masa penyidikan yang melanggar hak asasi manusia dan bukti-bukti baru yang diperoleh semakin meyakinkan keluarga bahwa kasus ini merupakan rekayasa dan menjadikan para petugas kebersihan sebagai korban dari perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan.
"Kami berharap Komnas HAM ikut terlibat dalam mengungkap fakta yang sebenarnya dibalik kasus ini. Seorang yang tidak pernah berbuat dan dipersangkakan melakukan tindak kejahatan merupakan kejahatan HAM yang sangat luar biasa. Kami yakin Komnas HAM secara independen akan mampu mengungkap kasus ini secara adil dan mengungkap kebenaran yang sesungguhnya kepada masyarakat Indonesia," jelas Ali.
Dugaan adanya rekayasa pada kasus dugaan tindak asusila yang terjadi di Jakarta International School (JIS) memang semakin mencuat ke publik.
Setelah visum dua rumah sakit yaitu RSCM dan RSPI menyatakan tidak ada kerusakan dalam alat pelepas korban MAK (6 tahun), para terdakwa kasus ini juga telah mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Hasil visum RSCM No 183/IV/PKT/03/2014 tanggal 25 Maret 2014 mengungkapkan bahwa pada pemeriksaan terhadap lubang pelepas korban MAK (6 tahun) tidak ditemukan luka lecet/robekan, lipatan sekitar lubang pelepas tampak baik dan kekuatan otot pelepas baik. Sementara hasil visum RSPI No 02/
IV.MR/VIS/RSPI/2014tanggal 21 April 2014 juga menyebutkan bahwa hasil pemeriksaan visual dan perabaan pada anus MAK tidak ada kelainan.
"Dari kedua visum dan berbagai fakta yang ditemukan, kami makin yakin gugatan ini penuh rekayasa. Ibu dari anak yang mengaku menjadi korban mengaku terjadi kekerasan seksual pada anaknya sampai belasan kali, tetapi ternyata tidak ada luka lecet atau robekan, tidak ada kelainan pada lubang pelepasan MAK. Kekerasan seksual terhadap anak adalah perbuatan biadab, tetapi lebih keji dan kejam menuduh dan menghukum orang yang tidak pernah melakukannya," tegas Patra M. Zen, pengacara terdakwa Virgiawan alias Awan di kantor Komnas HAM Selasa (16/9).
Patra menambahkan, pencabutan BAP oleh para petugas kebersihan yang menjadi terdakwa semakin menunjukkan bahwa penanganan kasus ini sudah salah dan penuh dengan unsur rekayasa. Seperti pengakuan para terdakwa, lanjut Patra, selama masa penyidikan mereka mengalami tekanan dan penyiksaan yang luar biasa, sehingga terpaksa mengaku apa yang mereka tidak lakukan agar mereka tetap hidup.
"Pengakuan seluruh terdakwa selama masa penyidikan yang mengalami penyiksaan dan temuan visum yang membuktikan tidak terjadinya kekerasan seksual dapat menjadi pintu masuk bagi Komnas HAM untuk mendalami kasus ini. Kami juga sangat mendukung jika Komnas HAM melakukan autopsi terhadap Azwar, salah satu tersangka yang tewas tidak wajar saat penyidikan di polisi," tegas Patra.
Komisioner Komnas HAM Natalius Pigay mengatakan, Komnas akan menindaklanjuti kasus ini sehingga masyarakat bisa mendapatkan fakta yang sesungguhnya terjadi. Apalagi dari fakta yang disampaikan ditemukan bahwa hasil visum tanggal 25 Maret 2014 terhadap korban MAK tidak ditemukan unsur kekerasan seksual.
"Ketika hasil medis menemukan fakta tidak ada kekerasan seksual, saat itu juga kasus ini harus berhenti. Komnas HAM berkepentingan untuk mengungkap kasus ini agar jangan sampai rakyat kecil jadi korban, apalagi yang mengorbankan diduga adalah institusi negara," tegasnya usai menerima audisi keluarga terdakwa JIS.