Diprotes, Pernyataan Patrialis Akbar soal RUU Pilkada
"Maksudnya supaya saya jatuh. Masak nggak boleh bicara?" tukas Patrialis.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar, membantah telah mengomentari mengenai pemilihan kepala daerah langsung atau tidak langsung seperti diadukan Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Patrialis mengatakan, dia hanya mengutip sebuah skripsi dari Hana Fitria, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dalam skripsi tersebut, kata Patrialis, Hana membeberkan keunggulan dan kekurangan pilkada secara langsung atau tidak langsung.
Menurut Patrialis, pendapat tersebut dia sampaikan pada kuliah umum mengenai peran Mahkamah Konstitusi Dalam Proses Demokrasi dan Perpolitikan di Indonesia di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Senin (15/9/2014).
"Itu kan kampus, dunia pendidikan. Mahasiswa tidak boleh didoktrin kecuali mereka bisa lakukan kajian secara ilmiah. Saya sampikan ada salah satu skripsi dari mahsiswa UMJ. Dia menulis tahun 2013. Jauh sebelum adanya pembahasan yang sekarang ini. Saya tegaskan, itu bukan pendapat saya," ujar Patrialis ketika dihubungi, Jakarta, Selasa (23/9/2014).
Patrialis juga menegaskan tidak meladeni sesi wawancara dengan wartawan terkait kutipan yang disampaikannya itu. Patrialis beralasan itu sudah di luar forum akademik.
Bekas Menteri Hukum dan HAM itu juga beralasan dalam forum ilmiah tersebut juga tidak untuk dipublikasikan. "Ternyata di publikasi, di luar jangkauan juga. Saya tidak minta supya disampaikan ini," ungkap Patrialis.
Terkait pelaporan tersebut, Patrialis menduga itu sebagai bentuk untuk menjatuhkan dirinya sebagai hakim konstitusi. Walau demikian, Patrialis mengaku siap dan menyerahkannya kepada dewan etik MK.
"Maksudnya supaya saya jatuh. Masak nggak boleh bicara?" tukas Patrialis.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi hari ini secara resmi mengadukan hakim konstitusi Patrialis Akbar ke Dewan Etik Mahkamah Konstitusi terkait dugaan pelanggaran kode etik.
Erwin Natosmal Oemar, seorang pelapor dari Indonesian Legal Roundtable mengatakan pelaporan tersebut terkait pernyataan Patrialis yang mengomentari Rancangan Undang-Undang Pemilukada yang sedang menghangat di DPR.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.