Perludem: Demokrat Gunakan Demokrasi Sebatas Alat Pencitraan Saja
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini menilai Demokrat sudah sukses menjerumuskan kembali demokrasi lokal Indonesia ke masa kegelapan.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah selama hampir 10 tahun lamanya dipilih langsung oleh rakyat, pemilihan gubernur, bupati/walikota akhirnya dikembalikan lagi ke DPRD.
Rapat Paripurna DPR-RI yang berlangsung sejak Kamis (25/9/2014) hingga Jumat (26/9/2014) pukul 01.40 WIB melalui pemungutan suara atau voting akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang Pemilu Kepala Daerah (RUU Pilkada) dengan opsi pilkada dikembalikan pada DPRD.
Dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR-RI Priyo Budi Santoso, opsi pilkada dikembalikan pada DPRD yang didukung oleh fraksi-fraksi yang tergabung dalam koalisi merah putih (Fraksi Partai Golkar, Fraksi PKS, Fraksi PAN, Fraksi PPP, dan Fraksi Gerindra) memenangkan voting dengan dukungan 226 suara.
Sedangkan opsi pilkada langsung oleh rakyat yang didukung Fraksi PDIP, Fraksi PKB, dan Partai Hanura memperoleh dukungan 135 suara. Adapun Fraksi Partai Demokrat memilih walk out, setelah usulannya mengajukan opsi ketiga pilkada langsung dengan 10 syarat menjadi perdebatan panjang pada rapat paripurna DPR-RI itu.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menilai Demokrat sudah sukses menjerumuskan kembali demokrasi lokal Indonesia ke masa kegelapan.
"Demokrat sukses menjerumuskan kembali demokrasi lokal Indonesia ke masa kegelapan," ungkap Titi kepada Tribunnews.com, Jumat (26/9/2014).
Menurut Titi, Demokrat menggunakan pendekatan seolah-olah demokratis. Padahal mereka sebaliknya, menggunakan demokrasi sebatas sebagai alat pencitraan saja.
"Seolah-olah gunakan pendekatan demokratis, padahal sebaliknya menggunakan demokrasi sebagai alat pencitraan saja," tegasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.