Seruan Stop Betonisasi Sungai
Karena Sungai Bukan Selokan/Got. Menghentikan Betonisasi sungai sebagai satu-satunya cara untuk mengendalikan erosi sungai dan pengendalian banjir
Editor: Yudie Thirzano
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kelompok organisasi di bidang lingkungan 'Koalisi Sungai Jawa (Cisadane, Ciliwung, Bengawan Solo dan Kali Brantas) mendesak pemerintah mempertegas kewenangan dalam pengelolaan sungai di Indonesia. Perwakilan Koalisi Sungai Jawa mendatangi kantor Kementerian PU, Senin (29/9/2014) menyampaikan sejumlah tuntutan mereka.
Di depan halaman Kementerian Koalisi Sungai Jawa menggelar unjuk rasa damai. Mereka mengusung sejumlah poster berisi tuntutan dan seruan penyelamatan sungai. Di antaranya bertulis; Stop Betonisasi Sungai, Save Sungai-Sungai Indonesia, Stop Bunuh Sungai Brantas.
"Mengarusutamakan Pendekatan ekosistem dalam pengelolaan Sungai. Menggunakan pendekatan ekosistem dalam pengelolaan sumber daya air yang meliputi konservasi dan pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian daya rusak air pada wilayah sungai. Memandang sungai yang terdiri dari Palung sungai, dataran banjir dan bantaran sungai sebagai satu kesatuan ekosistem yang saling berinteraksi membentuk suatu keseimbangan alam," tulis Prigi Arisandi dari Ecoton (Brantas) dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.com, Selasa (30/9/2014).
Koalisi juga mendesak pemerintah menghentikan betonisasi sungai. "Karena Sungai Bukan Selokan/Got. Menghentikan Betonisasi sungai sebagai satu-satunya cara untuk mengendalikan erosi sungai dan pengendalian banjir," kata Prigi.
Menurutnya Pengendalian erosi sungai dengan membangun penguat tebing sungai berupa turap plengsengan dari pasangan batu semen harus mulai ditinggalkan dan diganti dengan rekayasa vegetasi ekohidrolika yang lebih ramah lingkungan. Pembangunan turap beton membutuhkan biaya mahal, masif, tidak alami, serta memperpendek aliran sungai karena biasanya disertai dengan pelurusan sungai. Dampak lain adalah menurunkan faktor kekasaran dinding sungai dan meningkatkan kecepatan air, serta meningkatkan potensi erosi di wilayah hilir.
Menurut Ecoton, sungai dengan dinding pasangan batu semen, beton atau urugan tanah memiliki retensi banjir dan erosi yang sangat rendah, serta memiliki keanekaragaman hayati yang lebih rendah dibandingkan kondisi alami. Pengendalian erosi tebing sungai dengan cara konvensional semakin memperparah kerusakan ekologi sungai, sehingga perlu penerapan rekayasa ekohidrolika dalam stabilisasi tebing sungai. Rekayasa hidrolika konvensional merubah total kondisi sungai alamiah menjadi kondisi sungai buatan seperti kanal atau selokan yang homogen dan tanpa vegetasi. "Pada sungai alamiah, koefisien hambatan aliran merupakan gabungan dari koefisien hambatan, bentuk dasar saluran, bentuk tebing, bentuk memanjang saluran dan struktur vegetasi," urainya.
Dalam kesempatan itu, Ecoton juga mendesak agar dilakukan Evaluasi Peran Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS). Menurut Ecoton, BBWS Brantas dan BBWS Ciliwung Cisadane selama tidak maksimal menjalankan peran masing-masing. Perwakilan dari kementerian menerima peserta unjuk rasa dan berdiskusi. "Ada beberapa kesepakatan bahwa mereka menyanggupi untuk menyelesaikan SK Menteri terkait teknik penetapan sempadan Sungai," ujar Prigi, Selasa petang.
Selain itu kementerian juga akan menginventarisasi bangunan-bangunan liar di kawasan sungai Ciliwung, Cisadane dan Brantas. Hal itu dilakukan dengan memprioritaskan bangunan sektor swasta. Terakhir pemerintah akan menguatkan fungsi kapasitas Balai Besar Wilayah Sungai Brantas.